Membedah Legalitas HGB di Atas Air
Surabaya – Fenomena kepemilikan tanah di atas perairan menjadi isu hangat dalam beberapa waktu terakhir. Polemik terkait penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah perairan memunculkan berbagai pertanyaan mengenai legalitas, regulasi, serta implikasinya terhadap penilaian aset.
Merespons hal tersebut, Dewan Pengurus Daerah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (DPD MAPPI) Jawa Timur menggelar webinar bertajuk “Hak Kepemilikan Tanah di Atas Air” (Belajar dari Kasus HGB di Atas Permukaan Laut dalam Perspektif Regulasi & Penilaian Aset) pada Senin (17/2).
Penata Pertanahan pada Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Indriayati menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan saat ini tidak dapat dilakukan tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
“Regulasi ini menjadi syarat wajib bagi penerbitan hak kepemilikan atas tanah di perairan, serta memberikan payung hukum yang lebih jelas bagi para penilai dalam melaksanakan tugasnya,” jelas Indriayati yang juga menjadi salah satu narasumber webinar.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Sumatera Barat, Prof. Dr. Kurnia Warman, S.H., M.Hum. menegaskan bahwa hukum harus mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. “Dalam tata kelola pertanahan, baik di daratan, perairan, maritim, maupun agraris, jika muncul kebutuhan-kebutuhan baru, maka hukum harus menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan itu,” ungkapnya.
Penilai Jangan Mudah Dijebak
Lain halnya dengan materi yang disampaikan oleh Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI), Hamid Yusuf. Hamid mengingatkan kepada para penilai agar selalu berhati-hati dalam berpraktik agar tidak terjebak dalam situasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu.
“Setiap penilaian harus tetap mengacu pada Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI), serta melakukan verifikasi menyeluruh terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan,” tegasnya.
Ketua DPD MAPPI Jawa Timur, Mushofah menyampaikan bahwa isu kepemilikan tanah di atas perairan masih relatif baru dan menarik untuk dikupas secara komprehensif dengan melihatnya dari berbagai aspek. Salah satunya dari aspek regulasi, hukum dan SPI.
Melalui diskusi tersebut, sambung Mushofah, pihaknya berharap supaya hasil webinar dapat menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik serta menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan tanah di wilayah perairan.
Ketua I Dewan Pimpinan Nasional (DPN) MAPPI, Dewi Smaragdina berharap agar para peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dalam melakukan penilaian aset terkait kepemilikan tanah di atas air.
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan RI, Erawati dalam sambutannya mengatakan bahwa webinar tersebut sangat berguna untuk meningkatkan kompetensi para penilai karena dapat memperluas lingkup kerja mereka dalam melakukan penilaian terhadap objek serupa. “Hal ini sangat relevan sebagai tindak lanjut dari riset yang telah kami lakukan terkait sertifikasi penugasan penilaian,” ujarnya.
Webinar “Hak Kepemilikan Tanah di Atas Air” (Belajar dari Kasus HGB di Atas Permukaan Laut dalam Perspektif Regulasi & Penilaian Aset) ini diikuti oleh sebanyak 250 peserta secara daring. Diskusi antara lain membahas tentang dinamika kepemilikan tanah di atas air dari aspek regulasi dan penilaian aset. Para narasumber antara lain menyoroti tentang pentingnya kepatuhan terhadap regulasi, peran hukum dalam mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, serta tanggung jawab penilai dalam menjaga profesionalisme.
Penulis : Deasy Rahmadhani
Penyunting : Farid Syah
Peninjau : Amandus Jong Tallo
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi