Penilai Indonesia Harus Adaptif dengan Tantangan Valuasi Global

Jakarta – Profesi Penilai ke depan dihadapkan pada tantangan di era kondisi perekonomian global yang tidak pasti. Satu-satunya cara agar dapat bertahan pada era tersebut yakni Penilai harus beradaptasi dengan tantangan zaman agar bisnis valuasi dapat bertahan dan berkelanjutan. Pernyataan tersebut terungkap dalam pembukaan Indonesia International Valuation Conference (IIVC) di ICE BSD City Jakarta pada Rabu (23/4).

Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), Budi Prasodjo mengungkapkan bahwa Penilai di Indonesia harus tetap tangkas dan berpikiran maju, terutama saat menghadapi tantangan baru dalam lanskap penilaian, mulai dari kemajuan teknologi yang pesat hingga semakin pentingnya hak kekayaan intelektual, serta tanggung jawab etika dan sosial yang melekat dalam akuisisi tanah.

Berkaitan dengan hal tersebut, sambung Budi, maka MAPPI bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan International Valuation Standards Council (IVSC) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk “Navigating Valuation in the Industrial Revolution 5.0 Era: Integrating Technology, Embracing the Creative Economy, and Upholding Social Responsibility.”

“IIVC 2025 ini bertujuan untuk mengatasi tantangan dan peluang yang terus berkembang dalam lanskap penilaian global dengan berfokus pada tiga tema utama,” ujar Budi.

Tema pertama yakni membahas Revolusi Industri 5.0 yang berupaya mengolaborasikan antara kecerdasan manusia dan teknologi canggih. Dalam penilaian, Penilai dituntut untuk dapat beradaptasi dengan memanfaatkan perangkat digital, analisis data, kecerdasan buatan dan otomatisasi agar tetap relevan di era digital yang berubah dengan cepat.

Kedua, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi kreatif, kekayaan intelektual, termasuk hak cipta, paten, merek dagang, rahasia dagang, dan konten digital, telah menjadi aset yang vital. Pergeseran ini mengharuskan para Penilai untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang aset tak berwujud dan perannya dalam penilaian bisnis dan industri kreatif.

“Penilaian kekayaan intelektual yang tepat tidak hanya membuka peluang pembiayaan baru, tetapi juga memungkinkan akses yang lebih adil dan transparan terhadap modal untuk bisnis yang inovatif,” kata Budi.

Tema ketiga menekankan tanggung jawab etis dalam penilaian, khususnya dalam konteks Penilaian Tanah yang Tidak Terdaftar dan Pengadaan Tanah. Tema ini menggabungkan penilaian dampak sosial dan memastikan bahwa praktik pengadaan tanah tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kewajaran, dan transparansi. Penilai memainkan peran penting dalam menjembatani kepentingan pemerintah, bisnis dan masyarakat yang terdampak.

“MAPPI memiliki komitmen untuk memajukan Profesi Penilai dengan memastikan bahwa praktik tersebut selaras dengan standar global, bahkan di tengah ketidakpastian global,” paparnya.

Ketua Dewan Pembina IVSC, Lim Hwee Hwa mengatakan bahwa di seluruh dunia, penilaian memainkan peran penting dalam mendukung pasar agar berfungsi dengan baik, pengambilan keputusan yang tepat serta kepercayaan publik. Lim menyebut Profesi Penilai adalah profesi dengan disiplin ilmu yang mendukung investasi, pinjaman, asuransi, perpajakan, pelaporan keuangan dan yang lebih penting lagi yakni pengembangan kebijakan.

Dalam kondisi terbaiknya, kata Lim, Penilai tidak hanya dibutuhkan dalam keterampilan teknis, tetapi juga penilaian profesional yang baik, integritas, dan komitmen bersama terhadap standar tinggi yang berbasis prinsip, diterima secara internasional dan dikembangkan melalui konsultasi yang luas.

“IVSC baru-baru ini memperkenalkan panduan dengan menggunakan data dan teknologi dalam penilaian. Artinya kami mengakui pengaruh kecerdasan buatan, otomatisasi, dan analisis data yang semakin meningkat, tetapi alat-alat tersebut bukanlah pengganti penilaian profesional. Seorang penilai yang berkualifikasi harus selalu menilai, menafsirkan, dan menerapkan informasi tersebut dalam kerangka analisis yang kuat,” papar Lim.

Ketua IIVC Komite Asia, Rd. Mohammad Marty Muliana Natalegawa menuturkan bahwa penilaian sangat berkontribusi penting dalam merumuskan kebijakan dan entitas negara seperti perpajakan, kebijakan pada kementerian, pengadilan serta komisi sekuritas seperti OJK di Indonesia yang peduli dengan ketahanan dan integritas pasar keuangan.

“Sebagai seorang pelayan publik, saya merasa gembira melihat konvergensi antara tujuan kebijakan publik dan tujuan bisnis swasta yang terlibat dalam penilaian. Saya melihat bahwa Standar menyediakan kerangka kerja untuk penerapan terbaik teknik-teknik tersebut,” jelas Marty.

Sementara dalam sambutannya, Wakil Menteri Keuangan RI, Thomas Aquinas Muliatna Djiwandono memaparkan tentang bagaimana menavigasi masa depan penilaian.

Pria yang akrab disapa Tommy ini mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi global saat ini dalam masa ketidakpastian. Salah satu faktornya adalah kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat terhadap China. Kendati demikian, ia menyebut beberapa sektor dalam negeri masih menunjukkan dinamika yang cenderung menguat.

Dan saat ini, imbuh Thomas, pemerintah Republik Indonesia tengah fokus pada dua hal yakni investasi pada sumber daya manusia (SDM) yang meliputi bidang pendidikan dan kesehatan, serta ketahanan negara yang meliputi bidang pangan, energi dan perairan.

Gelaran IIVC 2025 selama dua hari pada Rabu-Kamis (23-24/4) yang diselenggarakan oleh MAPPI ini diikuti oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari para penilai profesional dari dalam negeri dan luar negeri. Menghadirkan 30 narasumber praktisi internasional pada bidang penilaian kekayaan intelektual, digital data scientist dan pertanahan dari China, Singapura, India, Korea dan Perancis.

 

Penulis : Farid Syah

Editor : Amandus Jong Tallo

Leave a Reply