Peringati HUT ke-44, MAPPI Ajak Kolaborasi Pemda se-Jawa

Bandung—Jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-44, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mengajak kolaborasi pemerintah daerah (Pemda) se-Jawa dalam peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan optimalisasi barang milik daerah.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi publik bertema “Peran Penilai dalam Peningkatan Pendapatan Daerah Melalui Intensifikasi Penerimaan PBB-P2 dan Optimalisasi Barang Milik Daerah” yang diselenggarakan oleh MAPPI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri RI dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI di Gedung Keuangan Negara (GKN) Bandung, Jl. Asia Afrika No. 114, Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (7/10).

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) MAPPI, Budi Prasodjo kepada wartawan mengatakan bahwa pekerjaan penilaian sebagian besar memang untuk menunjang sektor keuangan. Kendati demikian, pekerjaan penilaian juga dapat merambah ke sektor lain di daerah, seperti kajian terkait BOT (built operate and transfer) atau analisis skema kerjasama pembangunan proyek infrastruktur dan aset, kajian KSO (kerjasama operasional), kajian BOO (built-own operate) atau studi pembagunan proyek dan kajian yang lain.

“Beberapa kali penilai melakukan kajian secara bilateral, tetapi ke depan akan kita lakukan ke sektor yang lebih nasional,” ujar Budi di GKN Bandung.

Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa pihak Pemda tentu juga ingin memahami proses penilaian aset dan optimalisasi aset untuk meningkatkan PAD. MAPPI juga siap untuk berkolaborasi dengan penilai pemerintah yang berada di bawah naungan DJKN dalam hal kerja sama peningkatan kompetensi penilai.

 

Penilaian Objek Khusus

Ketua II DPN MAPPI, Wahyu Mahendra yang juga menjadi salah satu narasumber dalam diskusi publik memaparkan bahwa penilai publik dalam peningkatan PAD salah satunya yakni berkontribusi dalam penilaian PBB-P2 Objek Khusus seperti jalan tol, bandar udara, stasiun, bendungan, pelabuhan, galangan kapal, lapangan golf, sirkuit balap, tempat rekreasi, kilang minyak, menara, pabrik semen/pupuk dan lain sebagainya.

“Cita-cita yang diharapkan dari optimalisasi barang milik daerah adalah terciptanya transparansi dan akuntabilitas dari hasil penilaian. Kalau hasil penilaiannya kredibel dan pengelolaan asetnya juga transparan, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah juga akan meningkat,” papar Wahyu.

Selain dari MAPPI, diskusi publik tersebut juga menghadirkan dua narasumber dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri yakni Dira Ensyadewa dan Jona Maria Mantow.

Menyingung soal adanya penolakan penetapan PBB-P2 dari masyarakat di daerah lantaran muncul narasi kenaikan hingga 1.000 persen, Dira menilai bahwa Pemda tidak boleh anti untuk memberikan penundaan, keringanan, pengurangan bahkan pembebasan atas biaya pokok. Keringanan tersebut dapat diberikan kepada wajib pajak maupun objek pajaknya.

Dira juga memaparkan tentang penatapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari suatu daerah. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa apabila tidak diperoleh harga rata-rata, maka penghitungan NJOP dapat dilakukan dengan 3 metode, yakni perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau nilai jual pengganti.

“Surat Keputusan (SK) NJOP ditetapkan oleh kepala daerah, dan penetapan NJOP berdasarkan proses penilaian yang diatur dalam PMK No. 85 tahun 2024 tentang PBB-P2,” terangnya.

Sementara itu Jona Maria Mantow mengatakan bahwa dalam rangka pengelolaan barang milik daerah (BMD) dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), penilai dapat berkontribusi dalam penyusunan neraca pemerintah melalui dua jalan, yaitu pemanfaatan dan pemindahtanganan BMD.

Pemanfaatan PMD, imbuh Jona, diantaranya melalui sewa, bangun guna serah (BGS) maupun bangun serah guna (BSG), kerja sama pemanfaatan (KSP) dan kerja sama penyediaan infrastruktur (KSPI).

Sedangkan untuk pemindahanganan BMD, penilai sangat berkontribusi dalam menentukan harga jual, nilai tukar-menukar dan besaran penyertaan modal.

 

Hasil Penilaian Sebagai Penentu Kebijakan

Direktur Penilaian DJKN Kementerian Keuangan RI, Arik Hariyono, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pekerjaan penilaian bukan sekadar pekerjaan administratif, tetapi menjadi fondasi dalam mengambil kebijakan fiskal di daerah, sebab hasil penilaian sangat menentukan informasi aset serta rasionalitas pemanfaatannya.

Kementerian Keuangan melalui DJKN, sambung dia, telah menginisiasi dengan membuat sistem informasi penilaian nasional (SIPN) untuk mencakup data nilai transaksi, penawaran dan hasil penilaian yang dapat digunakan secara lintas level dan dapat digunakan juga oleh Pemda.

 

Mewujudkan RUU Penilai

Diskusi publik dalam rangka HUT ke-44 MAPPI yang dihadiri oleh pimpinan badan organisasi MAPPI, penilai independen/penilai publik, perwakilan dari Kemendagri, Sekda, BPKAD, BAPENDA dan penilai aset Pemda juga sebagai agenda untuk menggaungkan kembali pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai.

Terlebih dari berbagai proyek strategis nasional (PSN) milik pemerintah seperti pengadaan lahan dan tanah untuk kepentingan umum, penilaian tujuan lelang, penilaian saham, penilaian bisnis, skema pembiayaan dan sebagainya, peran penilai sangat krusial untuk mewujudkan tata kelola yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

Penulis : Farid Syah

Editor : Eka Vanda

Leave a Reply