Kenaikan Iuran Anggota MAPPI Bisa Dibatalkan
Pemberian keringanan berupa penangguhan pembayaran bagi anggota yang mengajukan keberatan atas kenaikan besaran iuran anggota dianggap bukan sebagai solusi. Solusi yang dinilai tepat adalah pembatalan kenaikan iuran anggota.
Hal tersebut diungkapkan Alex Prabudi, penilai publik yang juga seorang praktisi hukum. “Secara hukum, tidak tertutup kemungkinan kenaikan itu dibatalkan,” ujar Alex kepada Media Penilai, Senin (8/1/2024).
Seperti diberitakan sebelumnya, melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 044/KPTS/DPN-MAPPI/XII/2023, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) menaikkan iuran untuk anggota MAPPI-S dari Rp 1.200.000 menjadi Rp 1.800.000. Namun, karena banyak anggota yang keberatan, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) MAPPI memberikan solusi. Anggota bisa mengajukan keberatannya dan akan dijadikan pertimbangan oleh DPN MAPPI untuk mengambil keputusan.
Namun, menurut Alex, hal tersebut bukan merupakan solusi yang tepat. Sebab, jika ada anggota yang keberatan dengan terbitnya SK tersebut dan diminta mengirimkan surat permohonan, bagi Alex, jangan sampai ada kesan anggota yang memberi mandat malah minta dikasihani.
“DPN dipilih oleh anggota, apakah patut anggota mengemis ke DPN. Kita ini setara, sejajar. Solusi ketika bicara organisasi badan hukum, maka upaya hukum yang dapat menyelesaikan ini. Bisa saja ada yang ambil langkah hukum, potensi itu bisa saja,” ucapnya.
Jalur hukum yang dimaksud Alex adalah prosedur untuk membatalkan SK tersebut. “Maka tidak tertutup kemungkinan SK itu bisa dibatalkan,” tandasnya. “Undang-undang yang sudah keluar saja produk legislatif bisa diuji oleh rakyat di Mahkamah Konstitusi. Sejauh analisa hukum masuk, baik itu yuridis, sosiologis, filosofis, dapat diterima hakim, bisa batal. Apalagi SK, sejauh anggota mengerti konstruksi hukum untuk batalkan, itu pasti akan batal, dengan alasan-alasan hukum yang produktif,” imbuhnya.
Alex juga menjelaskan, berdasarkan laporan keuangan MAPPI tahun 2021 dan 2022, kas organisasi masih dalam kondisi positif. Namun, ia memang belum memperoleh laporan untuk tahun 2023. Menurutnya, jika kas organisasi masih dalam keadaan positif, maka kenaikan iuran dianggapnya tidak layak.
“Saya juga cari-cari belum ada untuk yang tahun 2023. Dua tahun sebelumnya positif. Itu bisa dicek, dan itu fakta. Maka pertanyaan turunan saya, apakah kebijaksanaan menaikkan iuran tahunan per Desember kemarin sudah sesuai dengan amanat konstitusi organisasi, anggaran dasar, di mana sifatnya pada pasal 7 itu jelas nirlaba? Maka apa alasan fundamental naiknya iuran ini? Itu pertanyaan mendasar,” kata Alex.
“Kalau tahun 2023 kas organisasi negatif, itu persoalan lain, berarti ada pertanggungjawaban yang harus dilakukan DPN di Musyawarah Nasional nanti. Kalau negatif, bagaimana konsolidasi dari tahun ke tahun terhadap keuangan itu,” tambahnya.
Ia juga menyoroti diterbitkannya SK tersebut yang diputuskan melalui konsinyering tiga komite di kepengurusan MAPPI. “Di pasal 47 Jo 48 AD/ART, tidak ada ruang bagi komite untuk memberikan keputusan itu. Strategi komunikasi saja yang tidak cocok, kenapa disebut konsinyering tiga komite sebagai dasar SK itu. Anggota itu ada di Dewan Pengurus Daerah (DPD), kenapa tidak dilibatkan untuk minta pertimbangan. Ada 15 DPD, kenapa tidak dimintai pendapat. Pasal 47 Jo. 48 itu adalah mekanisme yang substansial, karena tiga komite tersebut tidak punya kapasitas hukum sebagai dasar untuk menentukan kenaikan iuran anggota. Harusnya badan organisasi DPD, dan jika pun ada pengurus, merupakan bagian dari keanggotaan, bukan komite,” ujarnya.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi