DJKN Akan Bentuk Pokja Kawal RUU Penilai
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan berencana membentuk kelompok kerja (Pokja) guna mengawal persiapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai. Rencananya, RUU Penilai akan dibahas mulai tahun 2024 ini.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Penilaian DJKN Arik Hariyono usai mengadakan pertemuan dengan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) di Sekretariat MAPPI, Rabu (17/1/2024). “Kami mengusulkan dibentuk pokja, agar ketika RUU Penilai mulai dibahas, kita sudah siap,” ujar Arik Hariyono kepada Media Penilai.
Tugas pokja, menurutnya, selain mengawal pembahasan RUU Penilai di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juga mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan terkait isu-isu strategis yang terdapat dalam RUU Penilai.
Arik mencatat setidaknya ada dua tugas penting yang akan dikerjakan oleh pokja yang akan dibentuk ini. Pertama, menyiapkan rumusan Sistem Informasi Properti Nasional (SIPN). Kedua, menyiapkan standar penilaian sumber daya alam (SDA). “Dua hal penting ini nanti menjadi tugas pokja,” tegas Arik.
Menurut Arik, fungsi SIPN nantinya bisa menjadi rujukan data pasar untuk penilaian. Selain itu, juga berfungsi untuk menggantikan keberadaan nilai jual objek pajak (NJOP) yang selama ini sering dijadikan pegangan oleh aparat penegak hukum (APH) dalam menentukan nilai suatu objek perkara. “Kalau sudah ada SIPN, nanti itu yang dijadikan pegangan oleh APH, sementara keberadaan NJOP hanya untuk perpajakan saja,” ujarnya.
Berkenaan dengan standar penilaian SDA, menurut Arik, diperlukan karena pemerintah memang berencana membuat neraca SDA yang dikuasai oleh negara. Hal tersebut menurut Arik penting karena pemerintah ingin mengetahui seberapa besar sebenarnya nilai kekayaan SDA yang ada di Indonesia.
“Amerika Serikat saja baru tahun 2022 membuat neraca SDA. Sekarang kita ingin melakukan hal yang sama. Karena itu diperlukan adanya standar penilaiannya. Untuk menilai SDA, nanti hanya akan ada satu standar, yaitu Standar Penilaian Indonesia (SPI) untuk bidang SDA,” Arik menjelaskan.
Lebih lanjut Arik menjelaskan, pokja yang akan dibentuk ini nantinya terdiri dari unsur pemerintah dan profesi. Dari unsur pemerintah diwakili DJKN dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK). Sedangkan, dari profesi diwakili MAPPI. “Hari ini rencana tersebut baru saya usulkan ke MAPPI. Kapan pokja ini terbentuk, saya berharap secepatnya,” tandasnya.
Ketua Umum DPN MAPPI Muhammad A Muttaqin menyambut baik usulan pembentukan pokja tersebut. Dengan adanya pokja tersebut, diharapkan pembahasan RUU Penilai segera tuntas dan diberlakukan sebagai UU. Hanya, terkait rencana penyusunan standar penilaian untuk SDA, menurutnya, masih diperlukan adanya regulasi khusus yang mengaturnya.
“Kalau kita mau membuat standar penilaiannya, ya harus ada dulu regulasi yang mengatur soal kekayaan negara dalam bentuk SDA. Kalau belum ada regulasinya, dasar penyusunan standarnya apa,” kata Muttaqin.
Ia kemudian mencontohkan, SPI tentang Kekayaan Intelektual baru disusun setelah ada UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Sebelumnya, ada SPI tentang Penilaian terhadap Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang dibuat setelah ada UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
“Untuk SPI tentang SDA ini, bisa saja regulasinya nanti muncul dari UU Penilai atau peraturan perundang-undangan lain dalam lingkup Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi intinya, kita menunggu regulasinya dulu, baru standar penilaiannya disusun,” jelas Muttaqin.
Sementara itu, terkait dengan pembahasan RUU Penilai di DPR, Arik Hariyono belum bisa memastikan kapan waktunya. Sebab, tahun ini merupakan tahun politik. Ada Pemilihan Presiden dan Pemilihan Umum Legislatif yang dilaksanakan pada 14 Februari nanti. Karena itu, Arik memperkirakan RUU Penilai baru akan dibahas setelah Oktober 2024, ketika kabinet baru dan DPR hasil Pemilu 2024 sudah terbentuk.
“Ya mau bagaimana, tahunnya tahun politik. Jadi kemungkinan baru dibahas setelah Oktober nanti setelah ada kabinet baru dan anggota DPR baru. Tapi kami tetap optimis bisa diselesaikan, karena RUU Penilai sudah menjadi prioritas, yang merupakan luncuran dari program legislasi nasional tahun sebelumnya,” tuturnya.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi