MAPPI Gelar Public Hearing SPI Kekayaan Intelektual
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) menggelar public hearing Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 tentang Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Penjaminan Utang di Gedung Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2023). Setelah memperoleh masukan dari stake holder, rencananya SPI tentang Penilaian Kekayaan Intelektual ini akan diberlakukan tahun 2024.
Public Hearing SPI Kekayaan Intelektual ini dihadiri Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kementerian Keuangan Erawati, Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Arik Haryono, Direktur Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sabartua Tampubolon, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional MAPPI Muhammad A Muttaqin. Public Hearing ini juga dihadiri kalangan perbankan dan pelaku industri kreatif.
Dalam sambutannya, Muttaqin menjelaskan bahwa penyusunan SPI Kekayaan Intelektual ini untuk menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2019 tersebut.
“Penyusunan SPI Kekayaan Intelektual ini untuk mewujudkan amanat undang-undang tersebut untuk mendukung pengembangan industri kreatif nasional. Adanya ekspos draf ini untuk menerima masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan sebelum nanti diberlakukan,” ujarnya.
Ia berharap, nantinya SPI Kekayaan Intelektual ini dapat mendorong perkembangan industri kreatif karena kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan untuk pinjaman di bank. “Indonesia memang harus membangun ekosistem industri kreatif, dan penyusunan SPI ini menjadi bagian dari itu,” ujar Muttaqin.
Sementara itu, selaku pembina profesi keuangan, Erawati memberikan apresiasi yang tinggi atas selesainya penyusunan SPI Kekayaan Intelektual ini. Dengan selesainya penyusunan SPI ini, menurutnya, peran penilai dalam pengembangan kekayaan intelektual layak diapresiasi. Ia berharap penilai semakin profesional.
“Saya berharap penilai semakin profesional, namun tetap memperhatikan aspek kehati-hatian atau prudent dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Penyusun (KP) SPI MAPPI Hamid Yusuf menjelaskan, proses penyusunan SPI ini memakan waktu 10 bulan. Menurutnya, penyusunan SPI Kekayaan Intelektual bukan hal yang mudah.
“Karena jarang-jarang di dunia ini ada standar penilaian kekayaan intelektual seperti ini. Malaysia dan Singapura saja belum punya,” katanya. Dalam public hearing ini, Ekspos Draf SPI tentang Penilaian Kekayaan Intelektual dipaparkan oleh anggota tim penyusun Rudi M Safrudin, Ivan Teguh Khristian, dan Erick.
Selaku Direktur Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif, Sabartua Tampubolon berharap SPI Kekayaan Intelektual ini segera disempurnakan kemudian diberlakukan. Karena, pihaknya sangat berharap Indonesia segera memiliki standar penilaian untuk kekayaan intelektual guna mengembangkan ekosistem industri kreatif nasional.
“Karena ini sesuatu yang baru, maka harus segera dimulai. Kalau SPI ini sudah diberlakukan, tinggal memberikan pendidikan penilaian khusus bidang kekayaan intelektual kepada penilai, sehingga teman-teman dari lembaga keuangan atau bank tidak ragu lagi dalam memberikan dukungan keuangan,” ujar Sabartua Tampubolon.
Sementara itu, sejumlah kalangan dari perbankan yang mengikuti public hearing ini mengaku masih menunggu semua regulasinya lengkap dulu sebelum memberikan pinjaman dengan jaminan kekayaan intelektual. “Selama ini kami belum pernah memberikan pinjaman dengan jaminan kekayaan intelektual. Kalau kami lihat tadi, ada potensi yang cukup besar. Tapi harus menunggu regulasinya dulu,” ujar Radya Pradipta, reviewer dan penilai internal dari Bank BNI.
Hal yang sama diungkapkan oleh Syani Lutfi, Appraisal Officer dari OK Bank. Menurutnya, tidak semua jenis kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan untuk pinjaman bank. Namun, diakuinya ada beberapa yang dalam penilaiannya bisa dijadikan agunan. “Tapi, kami akan menunggu regulasinya dulu bagaimana nanti. Yang jelas, kami akan mendukung pengembangan industri kreatif nasional,” katanya.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi