SPI 321 Disambut Positif Pelaku Industri Kreatif
Indonesia masih sangat tertinggal dalam hal regulasi intellectual property (IP) atau kekayaan intelektual (KI). Karena itu, pelaku industri kreatif menyambut positif rencana Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) menerbitkan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 tentang Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Tujuan Penjaminan Utang.
“Ke depan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia adalah dari sektor KI. Jika Indonesia telat dalam regulasi, maka bisa saja terjadi bencana demografi, yaitu Indonesia hanya sebatas menjadi market,” Ketua Asosiasi CAKRA Ivan Chen. CAKRA merupakan asosiasi pelaku industri keratif yang berfokus pada pengembangan konten.
Ivan Chen dimintai tanggapannya mengenai rancana MAPPI menerbitkan SPI 321 tentang Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Tujuan Penjaminan Utang. Jumat (8/12) kemarin, dilakukan public hearing untuk menarikan masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk dari pelaku industri kreatif.
Menurut Ivan Chen, untuk mendorong ekonomi kreatif memang diperlukan campur tangan pemerintah. Selama ini, imbuhnya, belum ada kebijakan dari pemerintah yang memberikan insentif kepada entitas-entitas yang mau mengembangkan KI.
“SPI 321 menempatkan satu progres yang ke arah lebih baik, tapi karena MAPPI pembahasannya lebih ke income aproach, berarti bagaimana kita ciptakan secondary market dulu. Bagaimana pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN melisensi KI lokal dulu. Upayakan ada good will dulu di sana, bahkan sebelum ini (SPI 321) berjalan, karena saat sudah berjalan itu yang akan divaluasi,” ujar Ivan Chen.
Ivan juga menjelaskan perlunya ada pemetaan di bidang industri kreatif, karena tidak semua sektor punya bisnis KI, di antaranya adalah graphic design, fotografi, dan arsitektur. Setelah itu, lanjutnya, bisa lebih fokus menentukan strategi untuk menentukan sektor mana yang harus diprioritaskan.
“Contoh Korea Selatan, yang mereka dorong untuk jadi lokomotifnya cuma tiga, yaitu film musik, dan game. Industri konten ini cross border, mau diekspor tak perlu logistik. Waktu pandemi kan sektor ini yang naik,” jelasnya.
Lebih lanjut Ivan menjelaskan, dunia sudah fokus ke sektor konten seperti animasi, film, komik, dan yang paling utama saat ini adalah game. Ia memberikan data, industri game di Indonesia pertumbuhannya delapan kali lipat dari film. Tentunya faktor tersebut bersumber dari perkembangan teknologi media.
“Dulu game hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, tapi sekarang dengan smartphone harga satu jutaan sudah bisa main. Ke depan, game bisa jadi industri nomor satu di dunia. Mereka semua bicara ingin jadi leader di game. Indonesia baru punya kebijakan dari peraturan pemeritah, tapi belum turun di teknis,” kata Ivan.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi