Penilai Dua Generasi (2): Kagum Sosok Ayah, Audrey Jaga Citra Penilai

Memiliki seorang ayah Jimmy Prasetyo, sosok yang dikenal sebagai penilai senior, membawa pengaruh besar dalam perjalanan karier Audrey Angelina. Untuk menjaga citra profesi penilai yang ditanamkan sang ayah, Audrey terus mengasah profesionalisme.

Bagi Audrey sendiri, mengikuti jejak karier sang ayah terjadi secara tak sengaja. Hal itu terjadi berawal dari mengisi waktu luang saat libur sekolah di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Jimmy Prasetyo dan Rekan. Dari situ, ketertarikan pada profesi penilai mulai terbangun. Karena itu, begitu lulus kuliah, ia langsung meniti karier di sana.

Diketahui, usaha KJPP Jimmy Prasetyo dan Rekan sudah dirintis sejak tahun 2007 yang dahulu bernama PT Saptasentra Jasa Pradana. Kini, KJPP tersebut sudah memiliki delapan cabang, yaitu di Makassar, Semarang, Surakarta, Serang, Denpasar, Bandung, Surabaya, dan Jakarta Barat. Dan Audrey menjadi Kepala Cabang di Jakarta Barat sejak tahun 2018.

“Saya jadi penilai ya karena ikut pendidikan penilaian aset. Setelah lulus terus, ya sudah lanjut,” ucap Audrey.

Wanita lulusan Beijing University Chemical Technology ini menjelaskan, merintis KJPP bukanlah perkara mudah. Banyak tantangan yang berbeda sejak era sang ayah hingga saat ini, ketika ia memegang jabatan sebagai kepala cabang.

Dahulu, Audrey bercerita, kesulitan yang dialami sang ayah dalam membangun KJPP adalah dari sektor sumber daya manusia. Sebab, belum banyak yang tahu profesi penilai. “Sedangkan, untuk saat ini kesulitannya lebih ke arah teknis atau proses menjalani pekerjaan,” ujarnya.

Beragam tantangan yang dialami sang ayah maupun Audrey sendiri membuatnya semakin kuat dalam mempertahankan bisnisnya. Maka, tak heran KJPP Jimmy Prasetyo dan Rekan masih bisa terus beroperasi hingga saat ini dan memiliki cabang di berbagai daerah.

“Kalau dari saya, untuk mempertahankan usaha ini semua mesti satu pintu. Tujuannya supaya tidak melebihi nilai pasar. Kita mengelola klien dengan kecepatan, penyampaian laporan yang jelas dan memakai data. Itu yang kita jalankan dan dipertahankan. Kalau tiga hal itu kita pegang, maka pekerjaan akan tetap berjalan. Kita yang harus membangun image positif KJPP itu sendiri,” ujarnya.

Menjadi seorang penilai dan mengelola KJPP, diakui Audrey, memang tidak mudah. Tapi, menurut Audrey, profesi ini dinilai sangat baik untuk jangka panjang. Alasannya, yang menekuni belum terlalu banyak, namun punya pasar yang luas. Ia juga mendorong agar lebih banyak wanita yang bisa menjadi penilai. Ia menganggap wanita cocok untuk mengelola bidang bisnis atau laporan keuangan tanpa perlu berpanas-panasan.

“Pekerjaan penilai tidak ada habisnya. Misalnya, selama masih ada kredit, KJPP bakal terus dipakai, masih hidup di kondisi apa pun,” tegasnya.

Audrey menyadari kesuksesan KJPP tersebut berkat kerja keras sang ayah yang sampai saat ini masih aktif menjalani profesi penilai. Karena itu, ia juga berpegang teguh pada pesan yang disampaikan ayahnya untuk menjalani pekerjaan secara profesional.

“Bapak masih aktif dan tahun depan usianya sudah 75 tahun. Hari Sabtu dan Minggu saja masih berkegiatan, tak kalah sama yang masih muda. Sekitar seminggu lalu ia memberikan pesan ke saya, ia bilang kita sudah 40 tahun dikenal selalu jaga nama, komitmen, dan integritas sebagai penilai, bukan obral nilai yang disetir oleh klien. Tetap jaga integritas dan berkomitmen,” kata Audrey mengutip pesan sang ayah.

Leave a Reply