MAPPI Beri Masukan SKKNI Jasa Perantaraan Perdagangan Properti
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan tengah merampungkan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Jasa Perantaraan Perdagangan Properti. Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mengusulkan agar tidak ada aturan tumpang tindih tentang penilaian properti dalam SKKNI tersebut.
Sebagai salah satu upaya untuk membangun sumber daya manusia yang kompeten di sektor jasa perantaraan perdagangan properti, diperlukan suatu standar kompetensi yang dapat digunakan sebagai acuan, baik dalam program pelatihan maupun untuk sertifikasi kompetensi. Terkait dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menyelenggarakan Konvensi Nasional dalam rangka pembakuan RSKKNI Bidang Jasa Perantaraan Perdagangan Properti.
Konvensi dilaksanakan pada Senin (18/12/2023) di Hotel Oria, Jakarta Pusat, untuk menerima masukan dari stakeholder jasa perantara perdagangan properti. Stakeholder yang diundang di antaranya adalah Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Aliansi Real Estate Agent Indonesia (AREA), dan MAPPI.
RSKKNI ini sebenarnya disusun untuk memperbarui SKKNI yang lama, yaitu SKKNI Perantaraan Perdagangan Properti yang disahkan pada 10 Agustus 2015 melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 343 Tahun 2015 tentang Penetapan SKKNI Kategori Real Estat Golongan Pokok Real Estat Bidang Perantaraan Perdagangan Properti.
Dari MAPPI, yang hadir dalam acara Konvensi RSKKNI ini adalah Ketua Kompartemen Penilaian Properti MAPPI Deni Agustino. “Kami memberikan masukan agar SKKNI tidak mengatur kompetensi yang tumpang tindih antara tugas penilai dengan perantara perdagangan properti,” ujar Deni Agustino kepada Media Penilai, Senin (18/12/2023).
Semula, draf RSKKNI tersebut salah satunya memang mengatur soal kompetensi penilaian properti yang harus dimiliki oleh pelaku jasa perantaraan perdagangan properti. Selain itu, ada juga klausul soal kompetensi pengumpulan data pembanding untuk perdagangan properti sederhana. Padahal, hal tersebut merupakan ranahnya penilai yang sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.01/2019 tentang Penilai Publik.
“Dalam pertemuan sebelumnya, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan juga sudah memberikan masukan serupa. Kali ini kami juga diundang lagi untuk memberikan masukan. Ya, masukan dari MAPPI agar pengaturannya tidak tumpang tindih dengan wilayah kompetensi penilai,” ujar Deni.
Menurut Deni, tim penyusun RSKKNI menerima masukan dari MAPPI. Klausul yang mengatur tentang kompetensi penilaian properti dan pengumpulan data pembanding untuk properti sederhana dihilangkan dari RSKKNI tersebut. Akhirnya, kompetensi untuk melakukan penilaian properti diganti dengan mengestimasi indikasi harga jual atau harga sewa properti. Sedangkan, kompetensi untuk pengumpulan data pembanding dihilangkan.
“Jadi, tugas mereka sebagai agensi properti dibatasi hanya memberikan rekomendasi harga jual atas pertimbangan data pasar yang mereka miliki, tidak sampai melakukan penilaian atas properti. Sebab, itu wilayah kompetensinya penilai,” Deni menegaskan.
“Atas masukan dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan dan MAPPI, drafnya akhirnya mereka koreksi. Jadi, nantinya SKKNI Perantaraan Perdagangan Properti tidak mengatur soal kompetensi bidang penilaian properti,” tegas Deni.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi