Sanksi Pelanggaran SIJ Diberlakukan 2024

Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mulai tahun 2024 akan memberlakukan sanksi atas pelanggaran terhadap Standar Imbalan Jasa (SIJ) profesi penilai. Sanksi tegas diperlukan untuk menjaga martabat dan profesionalitas profesi penilai.

Ketua Ikatan Kantor Jasa Penilai Publik (IKJPP) MAPPI Yufrizal Yusuf menegaskan hal tersebut saat menjawab pertanyaan dari peserta Gathering IKJPP MAPPI dengan regulator, pengguna jasa, dan KJPP di di Jakarta, Rabu (20/12/2023). “Sanksi tegas akan kami berlakukan mulai tahun 2024,” katanya.

Dalam acara gathering tersebut, Yufrizal mensosialisasikan SIJ baru yang ditetapkan pada Mei 2023. SIJ baru ini menggantikan SIJ lama yang sudah berlaku sejak 2017. Menurutnya, sejak 2017 banyak komponen yang biaya atau harganya berubah sehingga MAPPI memutuskan untuk menetapkan SIJ baru.

“Jadi, SIJ baru ini disesuaikan dengan perubahan komponen harga atau biaya-biaya, dan sudah memperhitungkan kepentingan berbagai pihak,” ujar Yufrizal yang saat memberikan penjelasan didampingi Ketua Tim Penyusun SIJ Herman.

Yufrizal mengakui, selama ini memang terjadi pelanggaran terhadap SIJ. Namun, karena sebelumnya kewenangan penindakannya berada di bawah Dewan Penilai, sementara Dewan Penilai lebih banyak fokus pada penanganan aduan terhadap pelanggaran Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), pelanggaran terhadap SIJ tidak tertangani.

Selanjutnya, berdasarkan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) MAPPI pada 2022, kewenangan penindakan terhadap pelanggaran SIJ dialihkan ke IKJPP. “Berdasarkan keputusan Munaslub tersebut, sekarang IKJPP yang berwenang menangani pelanggaran SIJ. Kami sudah sosialisasikan SIJ baru ini, dan tahun 2024 sanksinya akan diterapkan,” tandasnya.

Adapun, soal jenis sanksinya, menurut Yufrizal, mulai dari peringatan pertama, kedua, dan ketiga sampai pembekuan sementara terhadap KJPP. Sanksi tertinggi, menurutnya, KJPP yang melanggar SIJ akan dikeluarkan dari keanggotaan MAPPI.

Berbeda dengan sebelumnya, menurut Yufrizal, saat masih menjadi kewenangan Dewan Penilai, pelanggaran terhadap SIJ merupakan “delik aduan”. Saat ini, pelanggaran terhadap SIJ merupakan “delik biasa”. “Artinya, tanpa adanya aduan pun, jika ada informasi awal, IKJPP bisa melakukan investigasi untuk menemukan bukti adanya pelanggaran,” katanya.

Kepada para pengguna jasa, Yufrizal juga mengingatkan agar dalam menerima penawaran harga dari KJPP tidak tergiur dengan fee yang murah. Menurutnya, pengguna jasa harus memeriksa satuan harga yang tertera dalam surat penawaran. Sebab, jika harga penawarannya jauh di bawah satuan harga yang ditetapkan dalam SIJ, berarti telah terjadi pelanggaran.

“Sebaiknya pengguna jasa minta rincian anggaran atau harga yang diajukan KJPP. Jangan hanya menerima gelondongannya saja, nanti pengguna jasa bisa terkecoh. Tergiur harga murah tapi dapat kualitas tidak standar,” jelasnya.

Berdasarkan lalu lintas diskusi dalam gathering yang membahas SIJ tersebut, rata-rata pengguna jasa yang kebanyakan dari kalangan perbankan mengaku tidak keberatan terhadap perubahan tersebut. Kepada para pengguna jasa tersebut, Yufrizal meminta agar ikut membantu menjaga integritas dan profesionalitas penilai dengan cara tidak menerima penawaran yang melanggar SIJ. “Biar semua happy,” katanya.

Leave a Reply