Sejarah Penilai di Indonesia (1): Munculnya Tiga Serangkai

Tulisan berseri tentang sejarah profesi penilai di Indonesia ini disarikan dari buku Breakthrough Profesionalisme Penilai Indonesia karya Doli D Siregar. Buku ini diterbitkan pada tahun 2013 atas kerja sama Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan, kini Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK), dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Salah satu babnya membahas sejarah profesi penilai di Indonesia yang didasarkan pada riset dan serangkaian wawancara dengan para pelaku usaha jasa penilaian —Redaksi.

Dibandingkan dengan di negara-negara maju, profesi penilai tergolong belakangan muncul di Indonesia. Tarikhnya awal 1970-an, ketika Indonesia mulai membuka pintu lebar-lebar terhadap masuknya investasi asing.

Yang menarik, orang Indonesia pertama yang bersentuhan dengan perusahaan usaha jasa penilaian justru bukan penilai. Dia adalah Gilbert Wiryadinata, seorang pengusaha nasional. Saat itu, ketika banyak investasi asing dan perusahaan asing masuk Indonesia, tentu dibutuhkan jasa profesi penilai. Sayangnya, di Indonesia belum ada penilai. Maka, penilai asing yang mengambil pasar tersebut.

Perusahaan penilai yang pertama masuk Indonesia adalah Asian Appraisal dari Filipina. Itu terjadi tahun 1973. Ketika masuk Indonesia, Asian Appraisal membentuk perusahaan baru dengan status Penanaman Modal Asing (PMA), namanya  Asian Appraisal Indonesia. Sebagai perusahaan yang berstatus PMA, ia harus menggandeng pengusaha nasional. Jadilah, Asian Appraisal Indonesia menarik Gilbert Wiryadinata. Izin praktiknya dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan —bukan oleh Menteri Keuangan seperti saat ini.

Setelah memperoleh izin dari Menteri Perdagangan, Asian Appraisal Indonesia tercatat sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang secara resmi bergerak di bidang jasa penilaian. Saat itu, karena tidak memiliki kompetensi sebagai penilai, tugas Gilbert bukan melakukan penilaian, melainkan mencari klien atau pasar alias sebagai marketing. Kegiatan penilaiannya dikerjakan oleh penilai-penilai yang didatangkan dari Filipina dan Singapura. Saat itu, yang menjadi klien atau pengguna jasa adalah perusahaan-perusahaan asing.

Karena klien semakin banyak, Asian Appraisal Indonesia menugaskan Gilbert untuk merekrut tenaga-tenaga penilai yang berasal dari Indonesia. Gilbert akhirnya merekrut Antonius Setiady, yang ketika itu bekerja di sebuah perusahaan manufaktur dengan tugas memeriksa dan meneliti mesin-mesin pabrik. Latar belakang pendidikannya memang dari teknik mesin.

Seperti Gilbert, Anton — panggilan Antonius Setiady— juga bukan penilai. Karena itu, agar bisa melakukan penilaian, Anton ditraining cara melakukan penilaian. Yang memberikan pelatihan kepada Anton adalah Mr Bravo, penilai asal Filipina. Setelah dinilai menguasai ilmu penilaian, Anton pun diberi tugas melakukan penilaian. Dengan demikian, bisa disebut Anton adalah orang Indonesia pertama yang bekerja sebagai penilai di bawah perusahaan jasa penilaian.

Masih kekurangan tenaga penilai karena klien semakin banyak, Asian Appraisal Indonesia kembali merekrut tenaga penilai. Pada 1974, Gilbert merekrut Stefanus Gunadi, yang saat itu bekerja di perusahaan pengembang properti dengan jabatan project supervisor. Seperti Anton, Stefanus juga dilatih oleh Mr Bravo. Dengan demikian, Stefanus tercatat sebagai orang Indonesia kedua yang menjadi penilai.

Untuk meningkatkan kompetensi di bidang penilaian, Anton dan Stefanus beberapa kali dikirim ke Filipina, Thailand, dan Singapura guna mengikuti on the job training atau pendidikan singkat bidang penilaian. Dalam perkembangannya, Gilbert, Anton, dan Stefanus menjadi tiga serangkai orang Indonesia yang menjadi ujung tombak pengembangan bisnis perusahaan jasa penilai di Indonesia. Sesuai dengan keahlian masing-masing, Gilbert bertanggung jawab pada pengembangan pasar. Sedangkan, Anton bertugas melakukan penilaian mesin dan Stefanus penilaian tanah dan bangunan.

Dalam perkembangannya, tiga serangkai tersebut memisahkan diri dari Asian Appraisal Indonesia dan mendirikan perusahaan sendiri, yaitu PT Insal Utama. Perusahaan ini didirikan pada 1975. Ada pertimbangan idealis dan perhitungan bisnis kenapa tiga serangkai ini memisahkan diri. Pertimbangan idealisnya, mereka tidak ingin terus-menerus bekerja di perusahaan yang dikendalikan modal asing dan orang asing. Adapun, pertimbangan bisnisnya, tiga serangkai ini melihat peluang bisnis jasa penilaian di masa depan sangat menjanjikan. Karena itulah mereka berani mendirikan perusahaan sendiri. Dengan demikian, PT Insal Utama tercatat sebagai perusahaan nasional pertama yang bergerak di bidang jasa penilaian.

Sumber foto: datatempo.co dan e-direktori mappi.

Leave a Reply