Penilai Dua Generasi (5): Marketing Dulu, Penilai Kemudian

Kakak beradik Bunga Budiarti dan Delya Ananda menjadi penilai tak bisa dilepaskan dari pengaruh besar sang ibu, Yerri Herliana, yang sudah lama berkarier di industri jasa penilaian. Berkat didikan sang ibu, Bunga dan Delya mampu berkembang menjadi penilai yang profesional.

Bunga dan Delya sama-sama lulusan Program Magister Ekonomi Pembangunan, Manajemen Aset, dan Penilaian Properti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Meskipun status mereka sebagai anak, sang ibu tidak memberikan hak-hak istimewa. Ketika mulai bergabung dengan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) tempat sang ibu bekerja, Bunga dan Delya tidak langsung menjadi penilai. Mereka diarahkan untuk memulai dari dasar, yaitu menjadi seorang marketing sebelum seutuhnya terjun menjadi seorang penilai.

Bagi mereka, keputusan sang ibu yang mengarahkan menjadi marketing terlebih dulu tidak bisa dibantah. Mereka melihat Yerri Herliana sebagai sosok sang ibu yang keras, tapi sudah  membuktikan keberhasilannya dalam karier. Karena itu, Bunga dan Delya tetap mengikuti arahan orangtuanya. Bunga dan Delya berada di posisi marketing itu sekitar satu tahun untuk mengetahui lebih dalam soal bisnis KJPP.

“Kita semua dasarnya marketing, dan saya bangga akan hal itu. Ilmu menjual itu tidak semua orang bisa. Jadi, yang diajarkan mama mencari proyek dulu, baru jadi penilai,” ucap Bunga.

“Mama tidak galak, cuma tegas dan disiplin. Kalau punya aturan tak bisa kompromi walau anaknya perempuan. Kalau soal ilmu, mama percaya sama kami, karena sudah dapat dari pendidikan. Tapi kalau praktik belum tentu. Jadi disuruh terjun di marketing, lihat dulu market seperti apa, dunia real-nya seperti apa, sebab kadang tidak selamanya itu sesuai dengan text book,” Delya menambahkan.

Meskipun Bunga dan Delya kompak mengawali karier di industri jasa penilaian dari marketing, tapi alasan keduanya menekuni profesi tersebut ternyata berbeda. Bunga yang sempat berkarier di perbankan ingin punya jam kerja yang fleksibel, sedangkan Delya sudah lebih dulu akrab dengan profesi penilai lantaran kerap diajak sang ibu ke kantor.

Perbedaan yang lain, Bunga tergabung di KJPP Iwan Bachron dan Rekan, sedangkan Delya ikut sang ibu di KJPP Wisnu Junaidi dan Rekan. Keduanya terpisah lantaran pilihan karier semata, serta tak ingin menaruh investasi di satu keranjang saja.

“Kita kalau dekat berantem, tapi saat jauh minta nasihat. Saya tak pernah mengabaikan nasihat mama. Buat saya itu sudah seperti sabda yang harus dijalani. Karena mama sudah buktikan berhasil,” ujar Bunga.

Bunga memberikan contoh nasihat dari ibu. Misal, tidak gegabah dalam mengambil keputusan atau bagaimana cara mengelola cashflow yang baik. “Mama juga berpesan jangan menjalani yang terlalu berisiko dan sebagainya. Cuma yang melekat, kalau soal kapital, jangan pernah korbankan rumah tinggal sendiri untuk biayai usaha kita dan selalu utamakan keluarga,” Bunga menambahkan.

“Kalau saya, pertimbangannya saya merasa harus selalu ada di samping mama. Harus ada yang support dia. Kalau Mba Bunga ikut mama, mungkin saja saya yang di KJPP lain,” kata Delya, yang sudah 10 tahun bekerja bersama sang ibu.

Bunga dan Delya mengaku sangat menikmati kariernya sebagai seorang penilai. Menurut mereka, menekuni profesi ini lebih banyak suka ketimbang duka karena bisa mengunjungi berbagai wilayah di Indonesia. Walau tak bisa dikatakan bebas dari risiko, seorang penilai dituntut untuk terus bekerja secara profesional dan kejujuran.

Keduanya juga kompak menyatakan kalau masa depan penilai masih cerah dan optimis bisa saja diturunkan sampai generasi ketiga. “Kuncinya, bagaimana cara membangun networking, berusaha lebih keras dan perlu ada perbedaan atau keunggulan daripada yang lain,” ujar Bunga.

“Pesan mama, selama kita berada di jalan yang benar dan jujur, kita tak boleh takut sama siapa pun. Prospek penilai bagus, karena saya juga dari kecil sering dibawa mama ke kantor. Tiap pulang sekolah main di kantor. Jadi kebawa di alam bawah sadar, kalau kerja itu ya penilai. Kalau anak saya mau jadi penilai, ya tak apa-apa juga,” tutur Delya.

Leave a Reply