Sejarah Penilai di Indonesia (9): Tahap Penyempurnaan Standar
Selama dua dekade, dari 1973 hingga 1994, praktik penilaian di Indonesia belum dilengkapi standar. Baru pada 1994, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) menerbitkan Standar Penilaian Indonesia (SPI), itu pun dalam bentuk sangat sederhana. Penyempurnaan SPI mulai dilakukan di era 2000-an.
Sebagai upaya rintisan, SPI 1994 memang terlihat amat sederhana, apalagi jika dibandingkan dengan SPI-SPI yang disusun kemudian, seperti SPI 2000, SPI 2002, dan SPI 2007. Dari segi ukuran, misalnya, SPI pertama ini terbilang sangat tipis, hanya terdiri dari 14 halaman. Bandingkan dengan SPI-SPI berikutnya yang ketebalannya telah mencapai ratusan halaman.
Kesederhanaan juga terlihat dari segi isi. Bagian Mukadimah (pengantar), misalnya, hanya terdiri dari tiga alenia. Alenia pertama, yang terdiri dari 5 baris, menjelaskan bahwa SPI tersebut adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional. Kemudian, alenia kedua berupa penegasan bahwa dalam menjalankan tugas penilaian, penilai harus tunduk pada Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). Namun, yang terasa janggal, di dalam SPI tersebut masih belum terdapat rumusan KEPI yang dimaksud. Alenia terakhir berupa pernyataan agar dalam melaksanakan tugas penilaian, penilai menjadi SPI ini sebagai pedoman.
Bagian berikutnya dari SPI ini adalah uraian mengenai definisi (glosarium) atas istilah-istilah yang berhubungan dengan kegiatan penilaian yang banyak dilakukan ketika itu. Bagian ini menjelaskan pengertian istilah-istilah seperti Penilaian, Penilai, Penilai Pemerintah, Laporan Penilaian, Nilai, Harga, Biaya, Pendekatan Penilaian, Nilai Pasar, Biaya Penggantian Baru (New Replacement Cost/NRC), Nilai Wajar (Depreciated Replacement Cost/DRC), Nilai Asuransi (Insurable Value, Actual Cost Value), dan Nilai Likuidasi (Liquidation Value).
Inti dari SPI ini termuat mulai dari halaman 4 hingga halaman 13. Meskipun terdiri atas 6 standar penilaian, namun SPI ini hanya mengatur tentang standar penilaian real estat dan standar penilaian mesin dan peralatan. Di luar itu, seperti standar penilaian bisnis atau usaha, belum diatur dalam SPI awal ini. Secara keseluruhan, keenam standar yang terdapat dalam SPI ini meliputi Standar Penilaian 1 tentang Metode Penilaian, Standar Penilaian 2 tentang Asumsi dan Syarat Pembatasan, Standar Penilaian 3 tentang Penilaian Real Estat (yang terdiri dari dua bagian, yaitu Prodesur Penilaian dan Pendekatan Penilaian), Standar Penilaian 4 tentang Laporan Penilaian Real Estat, Standar Penilaian 5 tentang Penilaian Mesin dan Peralatan (yang juga terdiri dari dua bagian, yaitu Prosedur Penilaian dan Pendekatan Penilaian), dan Standar Penilaian 6 tentang Laporan Penilaian Mesin dan Peralatan. Total, dari keenam standar tersebut terdapat 62 prosedur yang harus diikuti oleh penilai dalam menjalankan tugas penilaian.
Sebagai upaya rintisan, cepat atau lambat SPI 1994 tersebut memang harus disempurnakan untuk disesuaikan dengan perkembangan usaha jasa penilaian yang sangat dinamis. Penyempurnaan pertama dilakukan pada 2000 dengan diterbitkanya SPI 2000. Dari tahun 2000 Hingga 2007 telah dilakukan tiga kali penyempurnaan yang ditandai dengan penerbitan SPI 2000, SPI 2002, dan SPI 2007.
Tidak seperti sebelumnya, penyusunan SPI di masa-masa kemudian selalu dilakukan tim khusus yang disebut Komite Penyusun SPI (KP SPI). Tim ini dibentuk bersama oleh MAPPI dan GAPPI. Anggota KP SPI biasanya terdiri dari para ahli dan penilai berpengalaman, bahkan pernah melibatkan ahli di luar penilai, seperti Direktur PBB Dirjen Pajak Depkeu Machfud Sidik. Penyusunan SPI juga selalu disesuaikan dengan dan didasarkan pada perkembangan standar penilaian di dunia internasional.
Misalnya, standar yang dikeluarkan oleh International Valuation Standards Council (IVSC) yang sebelumnya bernama The International Assets Valuation Standards Committee (TIAVSC), Business Valuations Standards (BVS) dari American Society of Appraisers (ASA), Royal Institution of Chartered Surveyors (RICS), dan Uniform Standards of Profesional Appraisal Practice (USPAP). Untuk SPI 2000, misalnya, penyusunannya didasarkan pada International Valuation Standards (IVS) 1997. Sementara itu, untuk SPI 2002 penyusunan didasarkan pada standar penilaian IVS 1997, BVS, RICS, dan USPAP. Sedangkan, SPI 2007 didasarkan pada IVS 2005.
Untuk penyusunan SPI 2000, kali pertama MAPPI bersama GAPPI membentuk tim KP SPI yang terdiri dari tim inti dan tim pendukung. Selain itu, juga dibentuk tim penyusun KEPI 2000 dan kelompok kerja penyusunan SPI untuk Penilaian Usaha. Tim inti penyusun SPI 2000 diketuai oleh Machfud Sidik. Anggotanya ada 6 orang, yaitu Rengganis K Wisaksono, Doli D Siregar, Hartoyo, Hasan Rachmany, Iwan Hindawan Dadi, dan Suwendho Kemandjaja. Sedangkan, anggota tim pendukungnya sebanyak 10 orang. Mereka adalah Antonius Setiady, Baroto Ismaun, Boto Simatupang, Chaizi Nasucha, Cipie T Makmur, Okky Danuza, Saut Simanjuntak, Siska Simanjuntak, Toha Abidin, dan Wilson Kalip.
Adapun, tim penyusun KEPI 2000 diketuai oleh Irawan Djajaatmaja dengan anggota Baroto Ismaun, Doli D Siregar, dan Fardly T Nusran. Sedangkan, kelompok kerja penyusunan standar penilaian usaha SPI 2000 diketuai Saiful M Ruky dengan anggota 5 orang, yaitu Benny Supriyanto (wakil ketua), Ocky Rinaldy, Nirboyo A Budilaksono, Toto Suharto, dan Joko Saptono.
Jika dibandingkan dengan SPI 1994, banyak hal baru dan perubahan mendasar yang dilakukan pada SPI 2000. Pertama, untuk kali pertama kedua asosiasi, yaitu MAPPI dan GAPPI, bersama-sama bermaksud menyusun rumusan KEPI. Dengan demikian, untuk kali pertama pula rumusan KEPI dimasukkan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari SPI. Kedua, standar penilaian usaha, yang sebelumnya tidak ada dalam SPI 1994, mulai diadopsi dan menjadi bagian dari SPI 2000.
Pembentukan kelompok kerja untuk menyusun standar penilaian usaha ini berkaitan dengan perkembangan standar penilaian internasional yang mulai memasukkan penilaian usaha ke dalam standar penilaian. Artinya, lingkup jasa penilaian tidak lagi terbatas pada penilaian properti atau aset, melainkan juga pada bidang penilaian usaha.
Dengan demikian, selain dilengkapi standar penilaian, baik untuk penilaian aset maupun penilaian usaha, praktik penilaian di Indonesia juga sudah memiliki norma berupa kode etik yang telah dikodifikasi menjadi kode etik profesi, yaitu KEPI, yang harus dipatuhi oleh penilai dalam menjalankan tugas penilaian. SPI 2000 ini disahkan pada 1 Juni 2000 dan diberlakukan efektif mulai Januari 2001. Pengesahan naskah SPI 2000 ditandatangani oleh Ketua Umum MAPPI Karsono Surjowibowo, Ketua Umum GAPPI Yan Untu, dan Ketua Tim Penyusun Machfud Sidik.
Sesungguhnya, pada awalnya tim penyusun berencana menyusun materi sampai dengan 11 standar penilaian, lengkap dengan Panduan Penilaian Indonesia (PPI) dan Panduan Penerapan Penilaian Indonesia (PPPI). Namun, hingga batas waktu berakhir, tim baru bisa menuntaskan 5 standar penilaian, yaitu SPI 0 hingga SPI 4 serta PPI 0 hingga PPI 4. Penyelesaian rencana penyusunan standar tersebut kemudian menjadi bagian dari penerbitan SPI 2002. Termasuk, standar penilaian usaha baru diadopsi ke dalam SPI 2002.
Meskipun begitu, SPI 2000 ini bisa dibilang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan SPI 1994. Ketebalannya, misalnya, hampir mencapai 150 halaman. Dari sisi isi, SPI 2000 sudah memuat KEPI, SPI, dan PPI. Namun begitu, khusus KEPI masih dipublikasikan secara terpisah tetapi tetap dinyatakan sebagai satu kesatuan dengan SPI dan masuk dalam sistematika—pada SPI 2002 dan SPI 2007 dipublikasikan dalam satu buku. Hal itu tergambar dari sistematika SPI 2000 yang terdiri dari Pendahuluan, Konsep dan Prinsip Umum Penilaian, KEPI, dan Standar Penilaian.
Dalam SPI 2000 ini, bagian Konsep dan Prinsip Umum Penilaian berisi penjelasan tentang Konsep Hukum Mengenai Properti; Konsep-konsep Real Estat, Properti, dan Aset; Harga, Biaya, Pasar, dan Nilai; Nilai Pasar; Nilai Pasar Penggunaan Terbaik dan Tertinggi (Highest and Best Use); Kegunaan (Utility); dan Konsep Penting Lainnya. Sementara itu, bagian inti yang merupakan standar penilaian, terdiri dari SPI 0 tentang Penerapan Standar Penilaian Indonesia dan Definisi- definisi; SPI 1 tentang Dasar Penilaian Nilai Pasar; SPI 2 tentang Dasar-dasar Penilaian selain Nilai Pasar; SPI 3 tentang Penilaian untuk Laporan Keuangan; dan SPI 4 tentang Penilaian untuk Jaminan Pelunasan Utang dalam Bentuk Hak Tanggungan dan Surat Pengakuan Utang. Masing- Masing-masing standar tersebut sudah dilengkapi dengan PPI, namun belum ada untuk PPPI.
***
Tulisan berseri tentang sejarah Profesi Penilai di Indonesia ini disarikan dari buku Breakthrough Profesionalisme Penilai Indonesia karya Doli D Siregar. Buku ini diterbitkan pada tahun 2013 atas kerja sama Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan, kini Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK), dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Salah satu babnya membahas sejarah profesi penilai di Indonesia yang didasarkan pada riset dan serangkaian wawancara dengan para pelaku usaha jasa penilaian —Redaksi.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi