Peran Penilai Publik dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan
Acara dibuka dengan sambutan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jawa Tengah Wahyu Mahendra yang mengatakan bahwa acara ini tidak hanya berisi penilaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) objek khusus saja, namun bisa terbuka dengan objek yang lain. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Kabupaten/Kota. Sosialisasi ini mempertemukan antara para profesi penilai dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) untuk membahas mengenai bagaimana kompetensi, pendidikan, dan proses penilaian yang tepat dalam menghadapi pihak Wajib Pajak (WP).
Ketua 2 Dewan Pimpinan Pusat (DPN) Dedy Mohammad Firmanto mengatakan peran profesi penilai dalam pembangunan strategis nasional termasuk di bidang perpajakan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya Perdesaan dan Perkotaan (P2). Berdasarkan data yang MAPPI miliki, sebagian besar Pemerintah Daerah masih menggunakan data lama dan perlu menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). DPN berharap bersama-sama memperbarui data dan mengevaluasi kemungkinan peningkatan NJOP PAD dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.
Direktur Pendapatan Daerah & Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Hendriwan mengatakan semakin tinggi tingkat pembangunan, maka semakin besar pula kebutuhan akan tanah, hal ini sebanding dengan laju kenaikan harga tanah maupun bangunan. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam mengelola pajak daerah, khususnya yang berkaitan dengan nilai tanah dan bangunan, belum sepenuhnya dapat mengoptimalkan potensi. Kita sama-sama menyadari bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia dalam peletakan NJOP tanah maupun bangunan masih jauh dari harga pasar sekunder. Dengan demikian masih memungkinkan adanya lost potential PAD dari sektor pajak PBB P2.
Kepala Bidang Pemeriksaan Penilai, Aktuaris, dan Profesi keuangan lainnya Dadan Kuswandi mengatakan bahwa untuk menjadi seorang ahli profesi tidaklah mudah, perlu melalui beberapa pendidikan. MAPPI menyelenggarakan pendidikan dasar penilaian, pendidikan lanjutan penilaian, dan ujian sertifikasi. Setelah itu penilai akan mendapatkan izin penilaian publik dari PPPK dan harus berafiliasi dengan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Tugas dari kementrian keuangan selaku pembina menjembatani kolaborasi antara PPPK dengan Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kami berharap dengan adanya acara ini peserta mendapatkan pengetahuan tentang penilaian yang lebih tepat.
Analis Kebijakan Ahli Madya Pendapatan Daerah Bina Keuangan Daerah R. An An Andri Hikmat S.R. sebagai narasumber pertama mengatakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) perlu disusun sedetail mungkin karena mengatur pelaksanaan persiapan hingga akhir saat implementasi di lapangan. Ketika Peraturan Daerah (Perda) dan Perkada sudah lengkap maka secara payung hukum sudah dikatakan aman. Namun untuk melengkapi implementasinya perlu adanya penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP). Kenaikan atau penurunan NJOP tidak bisa diputuskan begitu saja, perlu adanya penyesuaian yang sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Tarif PBB dapat dibuat di dalam Perda selandai mungkin dengan batas yang telah dilakukan. Ketika setelah dilakukan penyesuaian menghasilkan peningkatan NJOP yang tinggi maka kenakan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang rendah agar pajak ringan. Kemudian ketika pajak masih terlalu tinggi bisa dikurangi lagi dengan insentif fiskal yang diatur dalam Perkada. Dengan koordinasi, kolaborasi, dan sinergi diharapkan dapat memiliki pengetahuan yang sama dan dapat mempermudah pekerjaan di lapangan. Kemudian diberikan sosialisasi dan pelatihan agar Pemerintah Daerah memiliki kemampuan lebih dan menghasilkan SDM yang unggul. Penilaian tanah dan bangunan bukan hanya untuk meningkatkan PAD, tetapi output yang sesungguhnya adalah untuk keadilan. Kemudian sarana dan prasarana perlu dioptimalkan agar mempermudah dalam menjalankan tugas. Yang terakhir yaitu sosialisasi dan edukasi, semua pendataan, penilaian ulang, dll. sudah dilakukan tetapi jika tidak ada sosialisasi ke masyarakat maka akan bisa terjadi kerusuhan ketika kebijakan tersebut diimplementasikan.
Setelah penyusunan Perkada selesai, lakukan perbaikan database dengan membuat skala prioritas untuk pendataan ulang daerah-daerah yang berpotensi tinggi. Untuk PBB P2 lanjutkan dengan penilaian dan penyesuaian NJOP. Hasil pendataan dan pemeliharaan serta penyesuaian NJOP dirangkum dan disusun menjadi Dokumen Potensi Daerah yang akan diberikan ketika mengumpulkan Perda APBD untuk dievaluasi dan dijadikan dasar penetapan target pendapatan. Pendataan hanya perlu dilakukan oleh satu pihak saja melalui kerja sama Bapenda Kabupaten/Kota dengan Provinsi/Samsat.
Beliau juga menyampaikan perlunya kolaborasi dengan berbagai pihak salah satunya dengan penilai. Tujuan penilaian adalah tercapainya kondisi yang berkeadilan, peningkatan PAD adalah salah satu outcome saja. Pemda juga dapat berkolaborasi dengan MAPPI terkait dengan peningkatan kompetensi, sedangkan dengan penilai publik pemda dapat berkolaborasi terkait dengan PBB P2 objek khusus yang penilaiannya secara individual dapat dilakukan oleh penilai publik yg memiliki kompetensi sehingga memiliki kepastian hukum.
Narasumber kedua adalah Penilai Properti dari KJPP Muttaqin, Bambang, Purwanto, Rozak Uswatun dan Rekan (MBPRU) Uswatun Khasanah yang mengatakan dasar hukum dari PBB ada pada UU nomor 12 Tahun 1985 kemudian dilanjutkan pada UU nomor 12 Tahun 1994. Awal mula PBB menjadi pajak daerah setelah keluar UU 28 Tahun 2009 yang dulunya merupakan pajak pusat. Di dalam UU yang termasuk objek PBB yaitu bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pribadi atau badan, kecuali kawasan untuk usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk juga bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan. Objek PBB P2 bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Penyerahan PBB P2 kepada pemerintah daerah dimulai 1 Januari 2011 dan paling lambat 1 Januari 2014. Namun hingga saat ini belum ada progres yang signifikan karena belum semua Pemda mempunya Sumber Daya Manusia (SDM) yang paham ilmu penilain, ditambah dengan sering terjadinya mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini menyebabkan database NJOP mayoritas Pemda masih menggunakan database yg diserahkan oleh kantor pajak pada tahun 2011. Objek PBB bangunan pada P2 dan P3 yang meliputi PBB Perkebunan, PBB Perhutanan dan PBB Pertambangan seringkali menimbulkan kebingungan karena adanya perbedaan persepsi pemerintah daerah dengan pusat tentang pengertian bangunan. Definisi bangunan yg ditanam dan melekat maupun emplasemen dalam objek khusus seringkali bersinggungan dengan kriteria PBB P3 (Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) terutama untuk kompleks migas dan pertambangan. Sementara definisi real estate menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah semua investasi yg di lakukan oleh manusia yg menyatu dengan tanah. Hal tersebuat di atas menimbulkan polemik di pemda sehingga perlu diatur lebih detail terkait definisi bangunan dalam Perkada. Penilaian dalam penentuan NJOP berdasarkan kapitalisasi pendapatan dipakai sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi