Peran Penting Penilaian Berkualitas dalam Pengambilan Keputusan Perbankan
Sebagai profesi yang banyak bersinggungan dengan pihak perbankan, Dewan Pimpinan Nasional (DPN), Dewan Penilai (DP) dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) selaku asosiasi penilai indonesia dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) selaku regulator, meyelenggarakan sosialisasi profesi penilai. Acara ini dihadiri oleh perwakilan bank umum dan BPR di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Acara Sosialisasi Profesi Penilai hari kedua di Surabaya dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2024 di Gedung Keuangan Negara II. Dewi Smaragdina selaku Ketua DP MAPPI memberikan sambutan di awal acara. Dewan penilai menerima pengaduan kurang lebih 100 kasus per tahun termasuk di dalamnya terdapat kasus mengenai perbankan, salah satunya adalah penilaian lelang. Dewi berharap pihak perbankan dan penilai dapat memiliki kompetensi yang sama agar dapat menangani pengaduan dengan cara yang selaras.
Sambutan kedua disampaikan Erawati selaku Kepala PPPK. Erawati mengingatkan peristiwa krisis moneter merupakan salah satu peristiwa ekonomi yang paling sulit. Kondisi krisis sering kali diawali dengan stabilitas ekonomi, iklim investasi yang nyaman dan kemudian kenyamanan tersebut mengelabui pelaku ekonomi akan ancaman krisis apabila tindakan bisnis dilakukan dengan tidak benar dan kurangnya prinsip kehati-hatian . Prinsip ini harus dijaga dan dimiliki oleh pihak-pihak yang terintegrasi dengan bisnis perbankan diantaranya adalah profesi penilai. PPPK sebagai regulator profesi penilai senantiasa memberikan pembinaan untuk menjaga kompetensi dan profesionalisme penilai indonesia.
Untuk menjadi seorang penilai terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi serta pengalaman kerja yang memadai. PPPK memastikan seorang penilai yang memiliki kompetensi yang baik dan menciptakan kondisi yang ideal ini PPPK bekerja sama dengan MAPPI untuk mencetak penilai-penilai yang kompeten. MAPPI juga memberikan standar dan kode etik penilai sebagai pedoman untuk menjaga integritas dan profesionalisme penilai. Untuk memastikan bahwa penilai senantiasa memberikan jasa secara profesional terutama dalam bidang keuangan diantaranya institusi perbankan, Kementerian Keuangan juga bekerja sama dan berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas sektor. Sosialisasi yang diadakan hari ini diharapkan dapat meningkatkan engagement Kementerian Keuangan sebagai regulator profesi penilai dengan industri perbankan. Kolaborasi ini kami harapkan dapat menciptakan sinergi antara penilai, regulator, dan pemangku kepentingan pada umumnya dan perbankan pada khususnya.
Narasumber pertama adalah Kepala Bidang Pemeriksaan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya Dadan Kuswardi. MAPPI memiliki standar Sistem Pengendalian Mutu (SPM) yang terbagi menjadi 7 bagian. SPM ini dapat memitigasi risiko klien-klien yang berisiko tinggi, sehingga tidak menimbulkan dampak kasus hukum. Profesi penilai dibagi berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi penilai independen dan penilai internal. Bank Indonesia menetapkan kriteria penilai independen yaitu memiliki izin usaha dari Kementerian Keuangan, bukan merupakan pihak yang terkait dengan bank dan calon debitur.
Narasumber kedua adalah Maria Yuvita dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjelaskan bahwa dalam penilaian kualitas aset bank umum merujuk pada POJK No. 40, sedangkan untuk BPR merujuk pada POJK No. 01/2024 penyempurnaan dari POJK No. 33 Tahun 2018. Agunan merupakan bagian dari aset produktif dimana bank wajib mengelola aset produktif berupa kredit dan penempatan pada bank lain. Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan wajib membandingkan 5C ( Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions ) dimana Collateral / agunan ini menjadi salah satu hal yang penting karena dapat melindungi kreditur jika terjadi masalah. Faktor penilaian kualitas ini didasarkan dengan 3 hal yaitu prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar.
Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) merupakan pencadangan jika kredit bermasalah. Pada bank umum terdapat persentase pengurang dan jika agunan dinilai secara berkala maka akan lebih tinggi persentase yang diakuinya. Penilaian agunan tidak hanya dilakukan pada saat akuisisi kredit saja tapi juga saat ingin mengambil agunan tersebut ketika terjadi kredit macet dan sudah tidak ada lagi jalan keluar maka BPR akan mengeluarkan Agunan yang Diambil Alih (AYDA). Pengambilan AYDA melalui pelelangan harus mengikuti ketentuan perundang-undangan. BPR wajib menggunakan penilaian independen apabila lebih dari 1 miliar, sedangkan bagi bank umum lebih dari 5 miliar.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi