Perspektif Penyelesaian Permasalahan Hukum Profesi Penilai

Penulis : Yanuar Bey, SE., MM., MAPPI (Cert.) (Calon Dewan Penilai Nomor Urut 03)

Profesi Penilai Publik dalam era globalisasi saat ini menjadi salah satu profesi yang menunjang pengembangan ekonomi baik dalam bidang penilaian properti maupun penilaian usaha. Namun dalam melaksanakan tugasnya, Penilai tak luput dari berbagai permasalahan hukum yang bisa muncul dari beragam faktor misalnya kelalaian dalam proses penilaian, pelanggaran kode etik profesi hingga sengketa dengan pihak-pihak terkait. Kepastian hukum akan hasil penilaian yang dilakukan oleh profesi jasa Penilai harus dilindungi karena profesi jasa Penilai Publik yang telah mendapatkan lisensi atau izin dari pemerintah yang telah melalui proses ujian kompetensi yang tidak mudah. Keberadaan jasa Penilai Publik perlu dibuatkan Undang-Undang khusus yang mengatur profesi jasa Penilai Publik sebagaiĀ  mitra pemerintah yang usahanya perlu mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum. Saat ini belum ada peraturan setingkat Undang-Undang (UU) yang mengatur mengenai jasa Penilai Publik dan hanya diatur dengan Peraturan Menteri yaitu Peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Pertanahan. Hal ini berbeda dengan profesi Penunjang lainnya salah satunya jasa hukum yang telah diatur melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Profesi Advokat.

Bentuk perlindungan hukum yang diperlukan ada 2 bentuk, bentuk yang pertama adalah perlindungan hukum preventif yang diberikan oleh pemerintah melalui hukum dengan tujuan mencegah terjadinya pelanggaran serta memberikan batasan-batasan dalam melaksanakan suatu kewajiban. Bentuk yang kedua yaitu perlindungan hukum represif yakni perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Kedua bentuk perlindungan ini penting untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif dan menghindari sengketa hukum yang dapat merugikan pihak-pihak terkait.

Bentuk perlindungan hukum sejalan dengan tujuan dibuatnya hukum itu sendiri, yaitu untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kebermanfaatan. Bentuk perlindungan hukum yang pertama adalah perlindungan hukum preventif yang diberikan oleh pemerintah melalui hukum dengan tujuan mencegah terjadinya pelanggaran serta memberikan batasan-batasan dalam melaksanakan suatu kewajiban. Bentuk perlindungan hukum yang kedua yaitu perlindungan hukum represif yakni perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Kedua bentuk perlindungan ini penting untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif dan menghindari sengketa hukum yang dapat merugikan pihak-pihak terkait.

Permasalahan hukum yang dialami Penilai kadang timbul akibat adanya perbedaan perspekti dalam menafsirkan Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), yang disusun dan ditetapkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagai satu-satunya Asosiasi Profesi yang diakui pemerintah. Kelalaian dalam penilaian atau pelanggaran kode etik dapat berdampak signifikan pada reputasi dan keberlangsungan usaha. Kepatuhan terhadap SPI dan KEPI penting dilakukan untuk memastikan bahwa laporan hasil penilaian yang dilakukan Penilai Publik objektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Profesi Penilai dapat mendorong penguatan regulasi untuk mengeluarkan undang-undang khusus yang mengatur profesi penilai publik agar memberikan landasan hukum dan perlindungan bagi para penilai dalam menjalankan tugas mereka. Penulis menyarankan untuk diadakannya pengembangan pendidikan dan sertifikasi bagi calon-calon penilai publik khususnya dalam hal pengetahuan hukum agar diketahui bagaimana cara penyelesaikan permasalahan hukum, penguatan dalam SPI dan KEPI. Selain itu, para penilai diharapkan menjunjung tinggi KEPI dalam praktik sehari-hari dan berkolaborasi dengan pihak lainnya dalam menyamakan perspektif dan pemahaman terkait dengan profesi penilai, baik dengan instansi pemerintah, aparat penegak hukum, profesi penunjang lainnya dan masyarakat. Hal ini agar dapat membantu mengurangi risiko sengketa hukum dan adanya kepastian hukum bagi profesi penilai.

Leave a Reply