Tantangan dan Permasalahan Umum Penilai Publik dan Antisipasinya

Penulis : Amir Solihin, ST., MAPPI (Cert.) (Calon Dewan Penilai Nomor Urut 04)

Profesi penilai memainkan banyak peran penting dan strategis dalam pembangunan di negara kita, baik dalam sektor pengelolaan kekayaan negara, perpajakan, perbankan, pasar modal, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya. Namun sangat disayangkan profesi ini belum mempunyai payung hukum dan dalam praktiknya masih diatur secara parsial dalam beberapa Undang-Undang (UU). Resiko hukum dirasakan masih sangat besar. MAPPI dengan dukungan Kementerian Keuangan mempunyai amanah untuk mengusahakan terbitnya  UU Penilai.

Berdasarkan data MAPPI, jumlah anggotanya secara keseluruhan pada tahun 2024 ini mencapai 8.259 orang yang berpraktik di 134 KJPP dengan jumlah cabang sekitar 439 cabang. Porsi terbesar penugasan ada pada penugasan penjaminan utang yang berasal dari perbankan. Tren penugasan ini tiap tahunnya cenderung berkurang dari tahun 2018-2020 dan meningkat lagi pada tahun 2021 namun kurang signifikan. Hal ini diakibatkan karena adanya peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 14/Pojk.03/2018 tentang batasan kewenangan untuk penilai internal bank umum untuk aset produktif dengan jumlah sampai Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah), sedangkan untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan Aset produktif sampai dengan Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Selain itu, penurunan penugasan penilai publik untuk penjaminan utang juga dimungkinkan karena bertambahnya agunan yang penilaiannya dilakukan oleh penilai internal bank.

Di sisi lain, ada juga Penilai Pemerintah yang melakukan penilaian dengan tujuan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor KEP453/KN/2020. Pertumbuhan Penilai Pemerintah masih terus meningkat.

Porsi market share penilai publik berpotensi berkurang dan hal ini berdampak pada kompetisi di tingkat Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) menjadi semakin terasa. Kompetisi terbaik dalam profesi penilai adalah kompetisi dalam hal baiknya kualitas teknis dan pelayanan. Namun, karena persaingan begitu ketat, persaingan hargapun ikut mendominasi. Tidak jarang di lapangan ada KJPP yang menawarkan harga di bawah Pedoman Standar Imbalan Jasa (SIJ) yang telah disusun IKJPP MAPPI. Persaingan dalam industri yang sudah ada sangatlah tinggi sehingga sering kali mengakibatkan penurunan harga dan laba.

Secara umum kondisi KJPP terutama kantor cabang yang berada di daerah yaitu pencapaian penjualan belum sesuai dengan target yang diharapkan, persaingan yang ketat dan sulit untuk mendapatkan proyek, beban usaha yang masih tinggi yang menyebabkan harga penawaran susah untuk bersaing, belum memiliki tenaga ahli yang sesuai kualifikasi tertentu sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pemberi tugas, kurangnya modal kerja untuk mendapatkan pekerjaan

Dalam mengantisipasi kodisi-kondisi diatas, beberapa point berikut mungkin dapat menjadi alternative solusinya.

  • Komitmen bersama untuk menjadikan Pedoman Standar Imbalan Jasa Penilai sebagai acuan perlu diperkuat dengan reguasi dalam pelaksanaannya.
  • Dalam bisnis Penilaian yang cenderung bersifat kompetitif, maka agar KJPP dapat mencapai pertumbuhan yang menguntungkan, perlu menerapkan strategi yang efektif untuk mewujudkannya. Mungkin  Blue Ocean Strategy yang pertama kali diperkenalkan oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne sesuai untuk mengantisipasi kondisi pasar dan kompetisi yang ada. Dengan strategi ini KJPP tidak berfokus mencoba mengalahkan kompetitor, melainkan mencari cara untuk menciptakan pasar baru dengan menawarkan nilai yang unik kepada pengguna jasa.
  • Semakin banyak SDM penilai dengan kualifikasi yang baik dan variatif akan semakin banyak peluang penugasan yang bisa dikerjakan.

Leave a Reply