Mitigasi Risiko Kasus Penilaian Lelang

Penulis : Charlie Simanjuntak, SH., MAPPI (Cert.) (Calon Dewan Penilai Nomor Urut 08)

 

Semakin dikenalnya jasa penilai menyebabkan meningkatnya penugasan penilaian kepada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dimana pekerjaan yang dilakukan semakin kompleks termasuk salah satunya lelang. Peningkatan penugasan kepada penilai ini membawa konsekuensi meningkatnya permasalahan yang terjadi akibat praktik di lapangan, yang tidak sedikit berujung pada adanya masalah hukum mulai dari dipanggil oleh Aparat Penegak Hukum (APH) untuk dimintai keterangan bahkan ada yang sudah ditahan sehingga pekerjaan lelang ini harus disikapi serius meskipun komposisi persentase kasus lelang hanya 7%.

Ada beberapa jenis lelang, pertama lelang wajib yang dibagi dua menjadi lelang eksekusi dan non eksekusi serta lelang sukarela. Jenis lelang yang sering dikerjakan oleh KJPP adalah lelang eksekusi objek hak tanggungan, lelang eksekusi harta pailit dan lelang eksekusi benda sitaan pengadilan. Ketiga jenis lelang ini memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu ada resistensi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atau dikalahkan sehingga ketika dilakukan eksekusi, mereka melakukan upaya-upaya menggagalkan eksekusi itu salah satunya dengan melakukan upaya hukum terhadap KJPP dan hasil penilaian yang dikerjakannya.

Keberatan yang disampaikan dalam pengaduan mereka, antara lain nilai yang terlalu rendah dibanding dengan nilai pasar, data pembanding yang tidak benar, tidak merasa pernah disurvei, adanya anggapan KJPP tidak profesional dalam bekerja sehingga merugikan debitur pemilik aset, kecurigaan debitur pemilik aset terhadap KJPP terutama dalam penugasan eksekusi hak tanggungan yang dianggap merugikan pemilik aset dan tuduhan kekurangtelitian/kelalaian KJPP dalam pelaksanaan penugasan penilaian. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat terjadi akibat kurang kehati-hatian, reviewer yang kurang jeli sehingga menjadi celah yang bisa menjerat penilai ke dalam masalah hukum, serta kesalahan baik dalam administrasi maupun kesalahan teknis. Jika tidak berhati-hati, maka KJPP sangat rawan dimanipulasi posisinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil lelang.

Penilai dapat digugat dengan pasal 1365 KUHPerdata, pasal 263, 264, 378 dan167 KUHP.  Apabila telah digugat perdata dan sampai pada tahap sidang maka akan dipanggil melalui surat oleh pengadilan untuk datang dan menjalani proses perkara perdata, dari tahap awal mediasi hingga tahap akhir pembacaan putusan. Sedangkan jika dilaporkan karena perkara pidana, APH akan membuat tahapan-tahapan pemeriksaan diawali dengan tahapan penyelidikan bukti yang kuat dan hasil pemeriksaan nya akan dituangkan penyidik dalam kapasitas selaku saksi ahli atau tersangka. Apabila dibuktikan adanya tindak pidana dan berkasnya dianggap lengkap, maka akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk disidangkan.

Apabila mendapat laporan pidana, diharapkan untuk tidak panik dan tetap tenang. Perhatikan dengan cermat identitas yang dipanggil untuk menghindari salah panggil. Lalu lihat status panggilan, sebagai saksi atau tersangka. Selanjutnya perhatikan dalam kasus apa penilai dipanggil dan dapat mempersiapkan informasi yang dibutuhkan. Kemudian, koordinasi lebih lanjut dengan melihat tanggal serta jam panggilan, dan apabila terdapat nomor telepon maka dianjurkan untuk menghubungi penyidik agar mengerti gambaran kasusnya. Temui penyidik pada tempat dan waktu yang ditentukan dan koordinasi apabila tidak bisa hadir. Selanjutnya, apabila dipanggil maka akan dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan uraian di atas, penilai harus paham terhadap risiko penugasan hingga harus meningkatkan kewaspadaan. Berikut ini beberapa mitigasi risiko yang harus dipatuhi : Pertama, peningkatan pemahaman penilai terhadap aturan perundang-undangan terkait lelang, KEPI dan SPI. Kedua, penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KJPP Identifikasi Penugasan. Ketiga, imbalan jasa sesuai standar yang ditetapkan. Keempat, komunikasi dengan penilai lainnya yang terkait dengan hasil penilaian atas objek penilaian dan yang kelima adalah dokumentasi.

Dengan demikian, setiap KJPP harus menerapkan standar prosedur yang ketat sebelum menerima penugasan terkait lelang, melakukan mitigasi, penerapan SPI adalah kewajiban yang menjadi rujukan dasar KJPP bekerja, serta penerapan SPI dan KEPI sebagai satu-satunya jalan melindungi KJPP ketika terjadi masalah.

Leave a Reply