Nilai As Is dan Nilai yang Direncanakan dalam Properti Pengembangan
Pada tanggal 14 Oktober 2024, tim Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) meluncurkan exposure draft SPI 302 tentang Properti Pengembangan. Draft SPI 302 dapat diakses di https://mappi.or.id/SitePages/Berita.aspx?item=643 untuk dipelajari oleh para penilai dan tim KPSPI mengharapkan masukan dari para penilai. Pada tanggal 29 Oktober 2024 tim Media Penilai berkunjung ke kantor salah satu tim penyusun yakni Rengganis Kartomo untuk berdiskusi terkait draft SPI 302 ini.
Rengganis menjelaskan bahwa SPI 302 ini merupakan adopsi dari IVS 401 Development Property yang disusun oleh International Valuation Standards Council (IVSC) dan merupakan turunan SPI 300 Real Properti atau IVS 400 Real Property Interests dimana IVSC telah mengeluarkan standar penilaian internasional (IVS) terbaru yang akan berlaku efektif pada 31 Januari 2025. Proses adopsi dilakukan dengan harmonisasi yang menyesuaikan dengan konteks penerapan di Indonesia yang merupakan proses yang paling banyak menjadi porsi diskusi dalam tim KPSPI. Properti Pengembangan didefinisikan sebagai suatu kepentingan yang melekat pada kepemilikan properti, dimana diperlukan pengembangan untuk bisa mencapai penggunaan yang tertiggi dan terbaik dari suatu tanah, atau suatu pengembangan sedang direncanakan atau sedang dalam pengerjaan pada tanggal penilaian. Ruang lingkup properti yang dimaksud yang dimaksud dalam SPI 302 ini bukan properti sederhana namun merupakan properti dengan skala pengembangan seperti properti residensial, perkantoran, retail, perhotelan, industri dan pengembangan campuran (mixed use).
“SPI 302 ini menjadi penting karena sering terjadi perbedaan hasil penilaian yang cukup besar di Indonesia terutama untuk tanah yang berlokasi di zona transisi”, ungkap Rengganis.
Sebagai contoh kasus, penilaian tanah di lokasi zona perkebunan yang di sekitarnya sudah banyak berubah menjadi kawasan industri, secara legal lokasi tanah tersebut masih di zona perkebunan namun kenyataan di lapangan harga tanah di sekitar lokasi sudah naik signifikan sesuai nilai pasar zona industri. Kondisi ini bisa menghasilkan dua nilai yang perbedaannya signifikan dan pihak pemeriksa cenderung hanya melihat aspek legal peruntukan dari tanah saat penilaian dilakukan. SPI 302 ini memberikan koridor bagi penilai ketika menghadapi situasi seperti ini agar tidak terjadi perbedaan nilai yang besar dikarenakan perbedaan asumsi pengembangan.
Terdapat 3 pendekatan dan 1 metode utama yang terkait dengan penilaian properti pengembangan yakni pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, pendekatan biaya dan metode residual yang merupakan kombinasi (hybrid) dari ketiga pendekatan. Metode residual mengindikasikan jumlah residu (sisa) setelah mengurangkan semua biaya yang diketahui atau diantisipasi untuk menyelesaikan pengembangan dari perkiraan nilai proyek ketika sudah selesai setelah mempertimbangkan risiko yang terkait dengan penyelesaian proyek tersebut.
Hal yang menarik tentang SPI 302 ini yakni mengharuskan penilai untuk memberikan opini nilai “as is” dan nilai “yang direncanakan” dalam laporan penilaian properti pengembangan untuk menghindari kesalahan persepsi pengguna penilaian. Nilai “as is” adalah nilai sesuai kondisi properti saat ini sedangkan nilai “seperti yang direncanakan” disebut juga sebagai nilai properti yang sudah selesai dikembangkan. Penilai harus mengadopsi salah satu dari dua asumsi dasar nilai properti yang sudah selesai dikembangkan yakni:
- Nilai dari properti yang sudah selesai dikembangkan didasarkan pada nilai yang berlaku dengan asumsi khusus bahwa pada tanggal penilaian, proyek diasumsikan telah selesai dibangun sesuai dengan rencana dan spesifikasi yang ditentukan.
- Nilai dari properti yang sudah selesai dikembangkan didasarkan pada nilai yang berlaku dengan asumsi khusus bahwa proyek akan diselesaikan pada tanggal perkiraan penyelesaian proyek sesuai dengan rencana dan spesifikasi yang ditentukan.
Terdapat tujuh pertanyaan dari tim KPSPI yang membutuhkan masukan dari para penilai dalam draft ini. Salah satunya tim penyusun KPSPI membuka diskusi apakah properti agri dikategorikan dalam properti pengembangan atau tidak.
“Properti Agri merupakan aset biologis yang hidup atau tumbuh, serta terdapat risiko tanaman mati yang akan sangat berdampak pada nilai, dan risiko ini berbeda dengan pengembangan real properti lainnya.”, ungkap Rengganis.
Untuk itu tim KPSPI meminta masukan dari para penilai dengan terlebih dahulu mempelajari Ekspos_Draf_SPI_302.
Like, Comment, Share akan sangat membantu publikasi