Kementerian Ekraf Akan Sosialisasikan SPI 321

Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) bersilaturahim sekaligus audiensi ke Kementerian Ekonomi Kreatif RI di Gedung Sapta Pesona Jl. Medan Merdeka Barat No. 17 Jakarta, Senin (16/12/2024). Silaturahim berlangsung dalam suasana yang hangat dengan membahas beberapa topik terkini tentang industri ekonomi kreatif di Indonesia dan penguatan kekayaan intelektual (KI).

Sebagai kementerian yang baru di kabinet Merah Putih, Menteri Ekraf, Teuku Riefky Harsya dan Wakil Menteri Ekraf, Irene Umar memperkenalkan sejumlah jajaran pejabat di kementerian tersebut kepada MAPPI. Dalam presentasinya, Teuku Riefky juga memaparkan strategi ekonomi kreatif yang disebut sebagai “mesin baru” pertumbuhan ekonomi nasional, melalui Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto.

Kementerian yang dipimpinnya, sambung Teuku, memiliki tugas khusus dari Presiden RI untuk mengurai permasalahan akses pendanaan bagi para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Maka dari itu pihaknya merasa perlu berkolaborasi dengan MAPPI, OJK, BUMN perbankan, Kementerian Keuangan dan pihak lain untuk menguatkan kekuatan ekonomi baru tersebut.

Pada kesempatan yang sama, rombongan dari MAPPI yang terdiri dari Ketua I DPN, Dewi Smaragdina; Ketua II DPN, Wahyu Mahendra; Ketua IKJPP, Abdullah Fitriantoro; Ketua KPSPI, Hamid Yusuf; Sekretaris Umum, Nur Ali Nugroho, Rudi M Safrudin, T. Fardly Noesran dan Adiya Rizki K, juga mengenalkan diri secara singkat.

DPN berharap agar Kementerian Ekraf mendukung dalam pelaksaan sosialisasi dan pengutan SDM dalam praktik penilaian Kekayaan Intelektual (KI). “Secara garis besar kita telah melaksanakan mitigasi resiko terhadap pelaksanan valuasi kekayaan intelektual dengan menerbitkan SPI 321,” ujar Dewi saat audiensi.

Di hadapan Menteri dipaparkan juga overview dari MAPPI serta pencapaian apa saja yang telah dicapai MAPPI khususnya untuk mendukung penguatan KI.

Ketua KPSPI, Hamid Yusuf mengatakan bahwa basic standar penyusunan SPI 321 adalah dari internasional (IVSC, RICS, ASA) serta masukan dari berbagai pihak terkait HKI. Namun di luar negeri, seperti Singapore, justru belum memiliki standar tersebut. Indonesia sudah memiliki standar karena ada desakan dari PP nomor 24 tahun 2022 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif.

“Penilaian KI ini dapat diaplikasi dengan kegiatan jaminan kredit, akan tetapi dari POJK-nya harus memberikan approval kepada bank–bank nasional maupun swata untuk memberikan jaminan kredit. Maka kami butuh support dari pemerintah dalam artian support pembentukan dana, fasilitas dan dukungan kebijakan publik,” terang Hamid.

 

Lisensi Kementerian Ekonomi Kreatif

Hamid mengusulkan agar Penilai yang telah memiliki kompetensi dan kapabilitas dan akan berpraktik menilai kekayaan intelektual (KI), perlu mendapatkan lisensi juga dari Kementerian Ekraf dalam bentuk pelatihan agar Penilai tersebut juga memiliki pengetahuan tentang KI. Setidaknya ada pilot project objek KI yang dapat dilihat tingkat keberhasilannya yaitu film, musik, fashion dan yang lainnya.

“Sesuai dengan PP nomor 24 tahun 2022, utuk mengajukan pendanaan harus ada hak ciptanya,” ujar Hamid.

Ketua II DPN, Wahyu Mahendra menambahkan bahwa dengan telah terbitnya SPI 321, ke depan perlu ada sosialisasi terhadap para stakeholders terkait. Sekitar satu bulan yang lalu MAPPI telah beraudiensi dengan OJK, sedangkan pihak OJK mengembalikan semua kebijakan kepada pemerintah dan Perbankan dalam mekanisme pelaksanaan proses kredit.

Menanggapi masukan dari MAPPI tentang penilaian kekayaan intelektual untuk penjaminan utang, Teuku Riefky akan menindaklanjutinya kepada OJK agar jaminan kredit dapat terlaksana antara perbankan dan penggunan jasa. Bagi pelaku ekonomi kreatif maupun perbankan, kata dia, juga harus sudah tahu tentang SPI 321 ini.

Kementerian Ekraf akan menyampaikaan perkembangan tentang telah selesai disusunnya Standar Penilaian Indonesia seri 321 tentang Penilaian Kekayaan Intelektual kepada Presiden RI melalui Rapat Kabinet, guna mendukung terwujudnya industri ekonomi kreatif di Indonesia.

Terkait dengan kegiatan edukasi dan pelatihan bagi Penilai dalam penilaian kekayaan intelektual, sambung Teuku Riefky, pihaknya akan menindaklanjutinya dengan terlebih dahulu meninjau pendanaan serta teknis pelaksanaannya melalui anggaran tahun 2025. (fas)

Leave a Reply