Dewan Penilai Wacanakan Pembentukan Firma Hukum MAPPI

Jakarta – Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (DP MAPPI) tengah mewacanakan pembentukan firma hukum yang diinisiasi oleh MAPPI guna membantu meringankan konsekuensi hukum bagi para Penilai yang menjalani proses persidangan di pengadilan.

Ketua Dewan Penilai, Ihot Parasian Gultom mengatakan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, DP terlebih dahulu akan berkoordinasi dengan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) dan Ikatan Kantor Jasa Penilai Publik (IKJPP).

“Perlu koordinasi lebih lanjut apakah kita akan membentuk sebuah firma yang diisi oleh orang-orang yang mengerti benar dengan penilaian. Kadang lawyer yang mendampingi teman-teman kurang paham tentang penilaian, sehingga lawyer kurang cekatan dalam mencari celah untuk menghadapi atau membantahkan tuduhan dan temuan dari JPU (Jaksa Penuntut Umum),” ungkap Ihot dalam forum webinar Refleksi dan Resolusi MAPPI dalam Akselerasi dan Harmonisasi Kebijakan Organisasidi ruang daring zoom meetingpada Rabu (15/1) lalu.

Tindak lanjut dari wacana tersebut antara lain pihaknya akan mendata siapa saja Penilai yang telah memiliki lisensi sebagai pengacara. Melalui salah satu cara tersebut, ia berharap saat ada Penilai menjalani persidangan setidaknya didampingi oleh pengacara yang tahu benar tentang praktik penilaian. Pada banyak kasus, sambung Ihot, pekerjaan Penilai dianggap selalu salah di mata aparat penegak hukum (APH). Padahal para Penilai melalui MAPPI secara terus menerus meningkatkan kompetensi, integritas dan kapabilitas.

Ia mencontohkan salah satu celah bagi penyidik untuk dijadikan bahan tuntutan adalah perikatan pada lingkup penugasan. “Mungkin yang dilakukan bukan satu kesalahan yang fatal, tapi kacamata APH berbeda dengan kita. Celah ini selalu dipakai APH untuk menyudutkan Penilai,” jelas Ihot.

Maka ketika diberikan ruang sosialisasi di Kejaksaan Agung pada November 2024 lalu bersama DPN dan IKJPP, DP tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut karena kegiatan tersebut diikuti oleh jaksa tingkat Kejari dan Kejati. Ihot menekankan bahwa pekerjaan seorang penilai sesuai dengan perikatan pada lingkup penugasan, serta opini nilai bukanlah harga maupun biaya yang dapat ditransaksikan.

“Efeknya setelah sosialisasi, Pidsus dari Kejari sering berkonsultasi. Tapi itu lebih baik daripada ketika penyidikan sudah berjalan dan Penilai menjadi pesakitan,” terang Ihot. Sosialisasi pemahaman seperti itu akan ia teruskan ke Bareskrim Polri, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) maupun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Namun di sisi lain, Ihot juga menekankan kepada para Penilai agar terus meningkatkan kompetensi supaya wawasan bertambah dengan mengikuti pendidikan profesi lanjutan (PPL), workshop maupun seminar yang diselenggarakan oleh MAPPI.

Dewan Penilai juga mengingatkan agar para Penilai berhati-hati dalam menerima pekerjaan. Apabila kompetensinya belum cukup untuk mengerjakan, misalnya, penilaian kebun atau penilaian hotel, Ihot menyarankan untuk tidak mengambil pekerjaan itu. Apabila pekerjaan itu tetap diambil, maka akan berisiko. “Sebelum menerima pekerjaan, melakukan mitigasi dapat bertanya dulu kepada teman penilai yang pernah mengerjakan, bagaimana cara mengerjakannya dan minta dipandu dengan kondisi aturan yang terbaru,” jelas Ihot.

 

Menafsirkan Peraturan Sendiri

Selama Undang-Undang Penilai belum terwujud, maka Penilai wajib menaati KEPI (Kode Etik Penilai Indonesia), SPI (Standar Penilaian Indonesia), PMK (Peraturan Menteri Keuangan), POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) maupun Peraturan Menteri ATR/BPN beserta turunannya.

Penilai juga diminta untuk tidak menafsirkan peraturan sendiri-sendiri. Apabila ada keraguan dalam menafsirkan sebuah peraturan, Ihot menyarankan untuk menanyakannya langsung kepada pembuat peraturan tersebut. “Kemarin ada Pemda menanyakan KEPI SPI kepada pengacaranya. Ini kan keliru. Emang lawyer ngerti soal penilaian?”.

Selain menaati peraturan, kata Ihot, Penilai hendaknya juga menjaga kerahasiaan informasi dalam pekerjaan dan tidak mengungkapkan informasi kepada pihak ketiga tanpa izin. Klien memang suka bertanya soal pekerjaan. Namun hendaknya Penilai tidak mengumbar jawaban secara berlebihan. Apalagi kalau sampai mendiskreditkan kawan sesama Penilai.

“Klien pasti selalu bertanya Penilai ini bagaimana? Bilang saja itu teman saya seprofesi tapi kerja di kantor yang berbeda. Jangan bilang kemarin dia kena sanksi, jangan begitu. Percayalah rejeki tidak akan kemana-mana. Kalau proyek itu untuk kita pasti kita akan dapat,” pungkas Ihot. (fas)

Leave a Reply