Penilai Didorong Integrasikan Faktor ESG dalam Proses Penilaian Aset

Jakarta—Penilai di Indonesia didorong untuk dapat mengintegrasikan dan memasukkan faktor ESG (Environmental, Social, and Governance) atau faktor keberlanjutan lingkungan, tanggung jawab sosial dan tata kelola yang baik ke dalam proses penilaian aset dan liabilitas.

Pesan ini mengemuka dalam kegiatan Pendidikan Profesi Lanjutan (PPL) bertajuk “Perkembangan dan Dampak ESG pada Profesi Penilai” yang diselenggarakan oleh Komite Pendidikan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) secara daring dan diikuti oleh 95 Penilai Publik dari seluruh Indonesia pada Kamis (23/10/2025).

Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional dan internasional, di antaranya Nicolas Konialidis, Asia Director and Technical Director of The Business Valuation Board of The IVSC; Fanny Abdul Aziz, The Vice President of ESG PT. PLN (Persero); Christina, Head of Facilities Management Colliers Indonesia; Nanik Nuryani, Pemeriksa Profesi Keuangan, Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan – Kementerian Keuangan RI; Arnita Rishanty dari Bank Indonesia; serta Hamid Yusuf, Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) MAPPI.

Dalam pemaparannya, Nicolas Konialidis menyoroti pembaruan IVS 104 – Data dan Input (A10) yang menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek ESG dalam seluruh proses penilaian aset dan liabilitas. Ia menyebut pembaruan ini sebagai tonggak penting dalam mewujudkan praktik penilaian yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan, tanggung jawab sosial dan tata kelola yang baik.

Sementara itu, Nanik Nuryani menambahkan bahwa Profesi Penilai kini memiliki peran yang semakin strategis, bukan hanya dalam menghitung nilai ekonomi, tetapi juga dalam menyusun dan memverifikasi Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report/SR). Menurutnya, keterlibatan Penilai dalam aspek ini akan membantu memastikan bahwa laporan keberlanjutan benar-benar merefleksikan nilai dan risiko yang ada pada suatu entitas.

Kendati demikian, penerapan prinsip ESG di Indonesia dalam konteks penilaian masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah belum adanya pengakuan pasar yang kuat terhadap nilai ESG dalam menentukan valuasi aset.

Selain itu, keterbatasan data pendukung juga menjadi hambatan utama bagi para penilai dalam mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial dan tata kelola ke dalam model penilaian.

Ketua KPSPI MAPPI, Hamid Yusuf menekankan pentingnya kesiapan para Penilai Publik dalam menyongsong era keberlanjutan. Ia mengajak seluruh anggota MAPPI untuk memperkuat kompetensi dan pemahaman terhadap ESG, karena ke depan faktor ini akan menjadi bagian tak terpisahkan dari proses penilaian profesional di berbagai sektor, termasuk properti, keuangan dan industri.

Forum ini diharapkan menjadi momentum penting bagi Profesi Penilai di Indonesia untuk beradaptasi dengan perkembangan global menuju ekonomi yang lebih hijau, inklusif dan berkelanjutan.

 

Penulis: Ulfa Latifah
Editor: Farid Syah

Leave a Reply