RUU Perampasan Aset dan RUU Penilai Dorong Kepastian Hukum Profesi Penilai Sekaligus Memperkuat Transparansi Pengelolaan Aset Negara

Jakarta—Dalam momentum perayaan HUT ke-44 Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), MAPPI menyerukan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai dan RUU Perampasan Aset. Kedua regulasi ini dinilai memiliki hubungan erat untuk memperkuat kepastian hukum bagi Profesi Penilai sekaligus meningkatkan efektivitas pengelolaan aset negara.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi interaktif bertema Implikasi RUU Perampasan Aset Terhadap Peran Profesi Penilai yang berlangsung di Aloft South Hotel, Jakarta Selatan pada Selasa (21/10/2025).

Acara yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh Dewan Pengurus Daerah (DPD) MAPPI se-Indonesia ini disimak oleh lebih dari 1.700 peserta (1.600 secara daring dan 100 luring).

Ketua Panitia Pelaksana, Mushofah menjelaskan bahwa dorongan kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Penilai berangkat dari keresahan para Penilai yang belum memiliki payung hukum yang jelas dalam menjalankan tugasnya.

“Profesi Penilai sering disebut dalam berbagai undang-undang seperti UU Cipta Kerja, UU Pajak, hingga UU Pengadaan Tanah. Bahkan kini, Profesi Penilai juga masuk dalam pembahasan RUU Perampasan Aset. Ini menunjukkan pentingnya kehadiran negara untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para Penilai,” ungkap Mushofah.

Ia menegaskan, sinergi antara RUU Perampasan Aset dan RUU Penilai akan melahirkan akuntabilitas dan penerimaan negara melalui pengelolaan aset yang lebih transparan.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) MAPPI, Budi Prasodjo menambahkan bahwa Profesi Penilai memiliki peran vital dalam mendukung pembangunan nasional serta cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada 2045, terutama dalam tiga program prioritas pemerintahan: ketahanan pangan, energi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Menurutnya, pada 2024 penilai pemerintah telah mencatatkan aset negara senilai Rp14.000 triliun. Sedangkan Penilai Publik menilai aset swasta senilai Rp12.000 triliun. Nilai ini baru sebagian kecil dari potensi sesungguhnya, yang diperkirakan mencapai 5-6 kali lipat jika seluruh aset nasional terdata secara komprehensif.

“RUU Penilai harus segera dibahas agar Profesi Penilai memiliki pijakan hukum yang kuat. Ini penting agar Penilai dapat berkontribusi lebih besar dalam pengelolaan aset nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan,” terang Budi Prasodjo.

 

RUU Perampasan Aset: Paradigma Baru Penegakan Hukum

Dalam kesempatan yang sama, Erawati, Direktur Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan RI, menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset membawa paradigma baru dalam penegakan hukum yang sebelumnya berfokus pada pelaku lalu beralih fokus pada aset hasil kejahatan.

“Profesi Penilai berperan strategis dalam mengidentifikasi, menilai dan mengoptimalkan aset rampasan negara secara lebih transparan dan akuntabel,” ujar Erawati.

Ia menjelaskan setidaknya ada tiga peran utama Penilai dalam konteks RUU Perampasan Aset:

  1. Identifikasi Aset – memastikan legalitas, karakteristik dan nilai ekonomi aset yang disita.
  2. Valuasi Aset Rampasan – menyediakan laporan penilaian independen dan kredibel sebagai dasar keputusan hukum dan kebijakan publik.
  3. Optimalisasi Aset – mendukung pemerintah dalam memonetisasi dan mengelola aset hasil kejahatan untuk kepentingan masyarakat luas.

“Penilai bukan hanya penyaji angka, tetapi juga penjaga nilai dan akuntabilitas publik. Tanpa valuasi yang transparan, negara berpotensi kehilangan nilai aset dan menghadapi risiko sengketa,” tegasnya.

 

Penulis : Farid Syah

Editor : Eka Vanda

Leave a Reply